Type something and hit enter

author photo
By On
CERPEN BLOG. Serangga malam berkomunikasi dengan caranya di malam yang terang ini. Cahaya bulan hampir memberkati seluruh alam. Tak ada awan yang menutupinya sehingga membuat sinarnya terang benderang. Nino, ia sendirian dalam pelarian sementara atas masalah rumah tangganya.  Berkata dalam hatinya bahwa ia tak akan membuat istrinya terluka. Tapi apa yang telah ia perbuat sudah jelas-jelas membuat istrinya bersedih hati. "Maaf, istriku", ia berkata lirih. Ia baru saja menyadari sesuatu,  bahwa yang membuatnya hilang kendali atas kuasa pikirannya adalah emosinya itu sendiri. 


Reda dengan semua kekalutan hatinya, Nino memutuskan untuk pulang. Diraihnya gagang pintu yang terasa dingin di ujungnya kemudian pintu terbuka karena ternyata tak terkunci. Rumah itu masih terasa beku oleh angin malam yang menyusup masuk lewat celah jendela yang tidak tertutup rapat. Wewangian aromaterapi masih tersisa, memenuhi ruangan tengah yang sedang tak dihuni. Langkah Nino ia lanjutkan menuju kamar tidur, tak ia dapati istrinya di sana. Kemudian dapur, tak juga ia temukan. Nino mulai khawatir, apakah ia pergi meninggalkan rumah juga?


Ia mencoba tenang atas kekosongan rumahnya itu. Namun ia temukan suara nyanyian lirih di area belakang rumah. Dan ternyata ia di sana sedang duduk menikmati rembulan yang sedang bulat sempurna dengan sinarnya yang masih saja terang benderang. 


"Ternyata kamu di sini, Ra" ucap Nino. Istrinya menoleh santai lalu kembali memalingkan muka untuk menikmati sinar rembulan. Nino memberanikan diri untuk mendekatinya lalu duduk di sampingnya. "Aku minta maaf", ucapnya lagi. Tapi lagi-lagi istrinya mengacuhkannya seolah-olah ia tak ada. Nino mengerti kondisinya yang masih diacuhkan itu lalu ikut memandang satelit bumi tersebut yang kini mulai bergerak mengikuti porosnya. "Soal masalah kemarin, aku yang salah" Nino berusaha untuk membuka obrolan tapi istrinya masih saja menutup mulutnya. Sempat terlihat bibirnya akan terbuka untuk mengucapkan sesuatu tapi tak satu kata pun keluar dari mulutnya. "Kalau kamu mau terus begitu, okelah aku saja yang ngomong" lanjut Nino. Tempo hari pertengkaran itu dimulai. Nino ketahuan menyimpan uang secara sembunyi-sembunyi. Sebagai suami ia telah menyimpan rahasia di dalam rumah tangga yang seharusnya penuh keterbukaan. Masih dalam kesunyian itu ia tahan napas panjang untuk mempersiapkan kalimat selanjutnya.

Baca Juga : Jika Agama Adalah

"Aku buka rekening baru bukan untuk macam-macam, Ra" tegasnya. "Lalu untuk apa?" akhirnya ia membuka mulutnya. "Untuk biaya pendidikan adikku!" tangkasnya lagi. Rara terdiam sejenak mencoba mencerna perkataan suaminya tersebut. "Aku takut kamu enggak terima kalau aku masih ngasih biaya buat keluargaku" lanjutnya. Rara terlihat termenung mencoba mengerti atas situasi yang kemarin terjadi. Setelah ia tahu bahwa suaminya mempunyai rahasia di belakangnya emosinya memuncak tak tertahan. Sedangkan Nino tak terima atas kemarahan istrinya tersebut yang menurutnya tak beralasan lalu ia pergi dari rumah dengan sembrono. Tapi kini alasan tersebut telah ia utarakan dan membuat emosi istrinya sirna. Rara terlihat lebih tenang, wajahnya yang sebelumnya masam kini berubah teduh. "Orang tuaku sudah tak bisa lagi membiayai kuliah adikku. Lalu aku sebagai kakaknya apa aku harus diam saja? Enggak, Ra" Nino melanjutkan. "Ya terus kenapa kamu enggak jujur dari awal? Kalau hanya itu masalahnya aku pun masih bisa ngerti. Kenapa kamu membuat kesimpulan sendiri kalau aku enggak bakal nerima keputusan kamu? Kamu itu suamiku", Rara membalas dengan nada yang bergetar. Matanya hampir basah oleh air mata tapi cepat-cepat ia singkirkan air mata itu sebelum terjatuh. Sedangkan Nino hanya bisa memandang dari tempat duduknya.


"Keluarga kamu ya keluarga aku juga. Adik kamu ya adikku juga. Terus kenapa kamu harus sembunyi-sembunyi bikin rekening tanpa sepengetahuan aku?" kini air mata Rara tak bisa ditahan. Sementara Nino hanya bisa diam untuk membiarkan istrinya puas menangis. "Ya, makanya aku minta maaf, Ra. Semuanya aku yang salah. Harusnya aku jujur dari awal" Nino berkata tulus. "Maaf karena sudah menganggap kamu sama seperti istri orang lain yang tak bisa mengerti atas kondisi suaminya" lanjutnya lagi. "Enggak, aku istrimu bukan seperti istri orang lain. Kamu suamiku bukan seperti suami orang lain. Kamu suamiku hari ini dan selamanya. Aku akan selalu bisa mencoba mengerti dengan semua masalah yang kamu punya" pungkas Rara dengan penuh keyakinan.


Kehangatan dari pelukan kini tengah mereka rasakan. Juga pelukan dari hangatnya kasih sayang yang akhirnya terjalin kembali. Sedari awal hanya rembulan yang menyaksikan mereka. Dalam keheningan di pengujung malam kedamaian tercipta.

Cerpen Blog


0 Comments