![]() |
novel blog |
Jumat, 26 November 2233
“Nama Ayahmu Jara Olivion, kami bersahabat dari awal kami masuk SA-OD. Dia sahabat yang baik, Dre. Ayahmu orang yang sangat baik. Foto yang kau temukan itu setahun sebelum ayahmu meninggal, umurmu baru satu tahun. Saat pertama kali kau datang ke sini, paman seperti melihat seseorang yang paman kenal. Dreo Olivion, saat mendengar namamu aku tahu aku sedang bertatapan dengan siapa. Paman sudah mengenalimu dari pertama paman melihatmu, Dre. Kau sangat mirip dengan Ayahmu, sangat mirip sekali. Bahkan caramu berjalan mengingatkanku pada Ayahmu. Tapi mata coklatm kau warisi dari Ibumu, mata Ayahmu berwarna hijau. Kau sudah besar sekarang dan kau sangat berbakat. Ayahmu pasti bangga padamu, Dre.”
Satu tahun yang lalu Paman Gracaa menceritakan itu padaku, Paman Gracaa bercerita tentang rahasia diantara Ayah dan Paman Gracaa. Ia mengenalku bahkan saat aku baru lahir, Paman Gracaa menemani Ayah di rumah sakit menungguku lahir. Di mulai satu tahun yang lalu aku merasa makin dekat dengan Ayah. Ayah yang tak sempat aku kenal. Tapi aku kecewa dengan semua ini, masih sangat kecewa. Foto itu aku simpan dan kuperlihatkan pada Ibu saat aku pulang dari Visonic. Ia baru mau menceritakan semuanya setelah melihat foto itu. Saat itu aku masih belum bisa menerima kenapa Ibu menyimpan rahasia padaku tentang Ayah. Tapi sekarang aku mulai mengerti kenapa Ibu menyimpan rahasia itu. Aku tahu Ibu sangat kehilangan dan tak mau terus menerus larut dalam kesedihan. Itulah kenapa cuma ada satu foto Ayah di rumahku.
Ibu menceritakan Ayah dengan sangat bangga, aku larut dalam cerita Ibu yang membuatku seakan ada dalam ceritanya. Ibu bertemu ayah dan mulai dekat saat dulu mereka masih di Sekolah Remaja. Dulu ayah anak yang aktif bahkan sangat aktif, oleh sebab itu ia sempat menjadi pemimpin organisasi kesiswaaan dan terus aktif dalam organisasi selama enam tahun. Senyum Ibu melebar saat mengingat tentang itu. Ada satu hal yang paling Ibu ingat saat ia di sekolah dulu, Ayah pernah membuat orasi di depan seluruh siswa yang ia kumpulkan untuk mendemo Kepala Sekolah atas kebijakan yang menurutnya tak sesuai. Dan, apa yang terjadi setelahnya? Ayah mendapat hukuman untuk membersihkan sekolah selama setahun sepulang jam pelajaran. Aku pun tersenyum mendengar cerita itu, berani sekali Ayah mendemo Kepala Sekolah.
Cerita Ibu berlanjut terus menerus seperti air yang keluar dari pintu bendungan mengalir deras tanpa henti, cerita yang sudah begitu lama Ibu simpan sendiri dan sekarang harus diceritakan padaku, anaknya. Ditengah cerita, Ibu terlihat menahan air matanya untuk menetes. Aku lihat air mata itu membanjiri matanya tapi tak diperbolehkan untuk tumpah tanpa seizinnya. Inikah perasaan yang Ibu ceritakan itu? Perasaan cinta. Ibu pasti sangat mencintai Ayah, bahkan tak tergantikan. Aku, dibuat bangga oleh mereka berdua. Mengingat betapa romantisnya Ayah dahulu membuat Ibuku merasa saat ini Ayah masih ada di sekitarnya, menyaksikan kami berdua. Mengawasi tumbuh kembangku dari dimensi yang lain, Ibuku selalu percaya hal semacam itu. Dan akupun sama, aku merasakan Ayah walaupun entah dimana tepatnya.
Selepas dari Sekolah Remaja Ayah melanjutkan ke universitas dengan konsentrasi kuliah Ilmu Luar Angkasa sedangkan Ibu melanjutkan ke universitas dengan konsentrasi kuliah Keperawatan. Karena tuntutan pendidikan mereka berpisah, mungkin karena itu Ayah merasa kehilangan dan mulai untuk mendekati Ibu lebih sering lagi. Ayah jadi banyak meluangkan waktu datang ke kampus Ibu untuk menemuinya. Aku tersenyum dan mulai mengerti sosok Ayah seperti apa. Ayah selalu datang ke kampus menjemput Ibu menggunakan flying bike yang sekarang ada di garasi. Aku jadi merasa bersalah telah mempreteli bagian dari flying bike milik ayah untuk membuat Zadar, harusnya itu jadi sejarah dari Ayah. Sampai akhirnya mereka lulus dari tempat kuliah masing-masing dan memutuskan untuk menikah dengan segera. Walaupun Ayah belum punya pekerjaan tetap tapi Ibu tak merasa khawatir kekurangan apapun karena Ibu yakin kehidupan tak akan mengecewakannya selama Ibu masih bersama Ayah. Hal itu terbukti karena tak lama setelah menikah Ayah mendapatkan pekerjaan di SA-OD.
Di sinilah semua hal yang tak diinginkan terjadi. Awalnya Ayah hanya menjadi junior development sampai akhirnya menjadi pemimpin sebuah proyek dan mengepalai divisi ekspedisi. Semua ide datang dari Ayah bahkan ide untuk mengadakan ekspedisi ke Planet Silver adalah ide dari Ayah. Ayah mengambil semua tanggung jawab sekaligus menjadi awak pesawat Neptune dan memutuskan untuk menjadi saksi atas jagad raya. Ibu tahu persis semua apa yang Ayah kerjakan, semua perhitungan dan semua rencana kerja ekspedisi karena Ayah sering berdiskusi dengan Ibu. Semua persiapan telah matang dengan perhitungan yang tepat dan akurat. Malam itu, malam peluncuran untuk ekspedisi diadakan di lahan milik SA-OD yang sampai detik ini masih digunakan. Awalnya semua berjalan sesuai rencana, Neptune yang Ayah tumpangi sampai dan melewati stratosfer Lyuon. Dan diluar dugaan semua orang, kontak terputus dengan Neptune. Terlihat cahaya sangat terang seperti benda langit yang tengah terbakar di angkasa. Benda itu adalah pesawat yang Ayah kendarai, Neptune. Dan tak pernah kembali sampai detik ini. Mendengar cerita itu perasaanku jadi tak karuan, marah, kesal, bingung bercampur di darahku. Semua kebenaran ini Ibu ceritakan saat hari sedang sangat mendung tepat satu tahun yang lalu, Jumat 26 November 2232 .
Atas semua yang telah terjadi pada keluargaku membuatku lebih senang menyendiri sekarang. Membuatku lebih banyak berpikir tentang hidup dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan pikiranku sendiri. Seperti sekarang, Sky mengajakku untuk keluar rumah tapi ku tolak. Mungkin Sky tahu keadaanku, ia pasti tahu. Ini semester pertama di tingkat tiga Sekolah Remaja. Aku harus lebih mengerti mengenai semuanya. Ada satu hal yang masih menjadi misteri bagiku. Apa benar Ayah menjadi satu-satunya awak pesawat ulang alik Neptune di ekspedisi Planet Silver? Aku tak bisa percaya begitu saja dengan cerita Paman Gracaa tentang meninggalnya Ayahku.
Semua informasi tentang ekspedisi Planet Silver I kucari keberadaanya satu tahun terakhir ini. Semua media, semua artikel dan semua sumber informasi aku kumpulkan untuk mengetahui kebenaran yang sebenarnya mengenai kecelakaan itu. Aku sedikit percaya dengan firasat Ibuku yang menuding bahwa itu bukan kecelakaan biasa. Tapi bukti yang Ibu miliki tak ada sama sekali sehingga membuatku kesulitan untuk menghubungkan titik titik yang hilang. Aku harus bisa masuk dan menjadi bagian dari SA-OD. Ya, aku harus bisa pada waktunya nanti. Kalau memang benar semua firasat ini, kalau memang benar ada yang ditutupi oleh pemerintah khususnya SA-OD, aku akan tahu itu. Ah sial, apa yang harus aku lakukan sekarang ini. Tak ada yang bisa aku lakukan untuk mencari bukti tentang hancurnya Neptune. Satu-satunya sumber informasiku hanya Paman Gracaa, tapi sampai detik ini ia tak mau membahas kejadian itu lagi. Seperti Ibuku, kecelakaan itu masih membekas pada hidup Paman Gracaa. Paman Gracaa pun masih kehilangan Ayah yang menjadi sahabatnya selama ini. Sekarang paman Gracaa sudah menganggapku seperti keponakannya sendiri, ia memersilakanku untuk berkunjung ke rumahnya kapanpun aku mau. aku tak pernah tahu takdir apalagi yang akan menungguku di depan. Satu yang pasti, aku harus segera menyelesaikan sekolahku.
Sabtu, 27 November 2233
Seharian tadi aku berada di garasi untuk memperbaiki Zadar dan mengganti bagian dari flying bike Ayah yang kupasang padanya. Karena hari ini hari libur jadi kusempatkan untuk merenovasi Zadar. Sekarang flying bike peninggalan Ayah sudah utuh kembali, dosaku telah kutebus. Brian menemaniku seharian di garasi, walaupun yang dilakukannya hanya tidur di depan pintu. Ku coba untuk mengaktifkan Zadar setelah operasinya berhasil, syukurlah dia masih mengingatku dan kembali beraktifitas seperti biasanya. Karena hari sudah siang, hal pertama yang ia lakukan adalah membangunkan Brian dan memberinya makan. Bagus, berarti hasil operasiku sangat baik.
Satu dosa lagi yang belum sempat kutebus yaitu menebus dosa karena menghindar dari Sky. Aku akan mandi dulu lalu menghubunginya lewat holophone, tapi kalau ia ternyata malah membenciku bagaimana ya? Ah mana mungkin ia akan membenciku, ia masih membutuhkanku untuk mendapatkan Genaya.
“Hai, Sky. Bagaimana kabarmu?”
“Akhirnya pangeran tidur sudah bangun, aku baik-baik saja. Kemana saja kau Drehidrasi? kau pasti kangen padaku jadi menghubungiku kan?”
“Yah, mau bagaimana lagi.”
“Jangan tersenyum begitu, mengaku saja Dre.”
“Oke oke kau menang Skeleton. Sekarang kau sedang sibuk atau tidak? aku ingin mengajakmu tanding drone di Lars Arena, di tempat biasa”.
“Kau menantangku? oke siapa takut. Kita berjumpa di sana.”
“Oke.”
Aku bersyukur punya sahabat seperti Sky, karena dia juga aku jadi tahu masa lalu Ayahku. Kalau bukan karena dia yang mengajakku berlibur ke Visonic aku tak akan pernah tahu paman Gracaa. Kalau bukan karena paman Gracaa aku tak akan pernah tahu sosok Ayah. Disaat aku seperti ini pun ia mengerti keadaanku dan selalu ada untukku. Aku akan menemuinya sekarang. Hanggar permainan drone yang biasa kami kunjungi selalu penuh jika hari libur. Disamping hanggar ada mini sirkuit untuk pertandingan mini bike. Aku tiba bersamaan dengan pengumuman tentang perlombaan mini bike yang akan diadakan minggu depan, pendaftaran dimulai hari ini. Kucari Sky di tengah kerumunan orang sepertinya ia belum datang, tak kulihat batang hidungnya. Ya seperti biasa ia akan sedikit terlambat jadi kutunggu saja sambil menyaksikan orang lain yang sedang bertanding drone. Aku jadi punya ide, bagaimana kalau aku buat drone tapi sedikit berbeda dari drone yang ada di sini? Drone tanpa remote? Oke itu ide yang bagus jadi aku tak harus terus-terusan menyewa drone yang ada disini untuk bertanding. Kusimpan ide ini untuk nanti ku kerjakan
Jumlah orang yang bisa bertanding dalam satu hanggar sebanyak 6 orang, satu lawan satu tentunya. Bagian satu dan yang lain dipisahkan oleh tembok baja jadi dalam satu hanggar dibagi menjadi 3 tempat bertanding dengan luas masing-masing 20 m2. Aku mendapat bagian di tempat ketiga. Sebentar lagi giliranku untuk menempati tempat nomor 3 tapi Sky belum juga datang. Suara drone saling menembak masih membuat gaduh seluruh ruang hanggar, 10 menit lagi waktu habis. Dan, akhirnya Sky datang dengan sedikit berlari mendekatiku tentunya tak lupa menghiasi senyum lebarnya di wajah. Ah ternyata aku rindu orang yang satu ini. Aku harus memeluknya sekali-kali.
“Kemana saja kau Dre? Lebih baikan sekarang?”
“Yah seperti kau lihat Sky, aku baik-baik saja sekarang.”
“Aku bingung harus bertarung drone dengan siapa selama kau tak ada Dre, sungguh. Akhirnya kau menghubungiku juga.”
“Maafkan aku Sky. Kemarin mood-ku sangat tak bagus. Ayo giliran kita tinggal beberapa menit lagi.”
Tempat kami bertanding berbentuk persegi panjang dengan setting bebatuan. Setting tempat bebatuan adalah setting level menengah dengan level paling sulit yaitu setting hutan belantara. Masing-masing dari kami memegang kendali drone dari ujung ruangan dengan sekat kaca anti pecah. Kendali drone hanya dengan satu tuas dan tombol menembak ada diujungnya. Kami hanya menyewa drone dengan kapasitas half armor agar tak terlalu mahal. Drone dengan full armor memang lebih seru tapi harganya sangat mahal. Drone kami sudah disiapkan, aku memilih drone berwarna merah sedangkan Sky berwarna biru. Drone dengan half armor bentuknya tak terlalu besar, hanya sebesar helm jika harus dibandingkan. Tentunya peluru yang dipakai bukan peluru laser yang berbahaya. Peluru yang digunakan hanya peluru listrik jadi bila ditembakkan ke arah yang tepat akan mengganggu sistem kerja drone dan drone akan jatuh. Kami diberi waktu satu jam untuk menjatuhkan drone masing-masing. Aturannya adalah drone lawan harus jatuh hanya dengan tembakan dari peluru masing-masing dan tak boleh menjatuhkan dengan menabrakan diri ke arah lawan. Peluru yang berhasil mengenai bagian drone lawan akan dihitung 1 poin. Jika drone lawan jatuh hanya dengan satu tembakan maka akan otomatis menang tanpa dihitung poin. Dan jika dengan sengaja menabrakan diri ke arah lawan akan dikurangi 1 poin. Pertandingan pun dimulai.
“Apa yang kau tunggu Sky? Ayo serang aku.”
“Jangan banyak cingcong Dre, rasakan ini!”
“Tak kena sama sekali Sky, mana kemampuanmu!”
“Jangan menghindar terus seperti itu Dre, serang aku!”
“Aku bukan prajuritmu Skeleton, jangan menyuruh orang sembarangan. Rasakan ini!”
“Kau menembak apa, Dre. Batu? Ha ha ha.”
“Kau yang banyak cingcong Sky. Terima ini! Kena kau!”
“Argh..oke aku akan membalasmu Dre. Tak ada ampun bagimu Drehidrasi! Rasakan!!”
“Ha ha ha! Ayo Sky kejar aku kalau bisa!”
Menuju satu jam aksi kami saling kejar dan saling tembak tapi tak satupun dari drone-ku ataupun drone Sky yang tumbang. Sky menembakiku tanpa ampun tapi aku selalu berhasil menghindar dari tembakannya. Sky berhasil kutembak dengan telak beberapa kali tapi ia juga masih bisa bertahan. Perlahan tapi pasti drone Sky mulai terbang dengan terhuyung-huyung, ini kesempatanku untuk menjatuhkannya. Ia mencoba sembunyi di balik bebatuan, kameraku tertembak jadi aku tak bisa melihat posisi drone Sky secara jelas dan aku hanya bisa melihat dari kejauhan. Terlalu beresiko untuk mendekati daerahnya tanpa penglihatan yang jelas. Aku punya ide, aku akan berpura-pura maju untuk menyerangnya. Dengan begitu ia akan mengira aku akan ada dalam jangkauan tembaknya dan ia akan keluar. Aku punya skill untuk menghindar 1800, saat ia terlihat keluar aku akan putar arah dan seketika akan ada di belakangnya.
“Jangan sembunyi terus Sky, aku akan mengejarmu sekarang juga.”
“Haaaaaaa kena kau Dre!”
“Ini dia yang kutunggu, rasakan ini Sky!!!”
“Sial, aku kena!”
“Ha ha akhirnya selesai sudah.”
“Kau curang Dre.”
“Mana ada curang, sudahlah kalah kalah saja.”
“Oke oke, kubalas kau nanti.”
“Waktu habis Sky, ayo keluar.”
Kukalahkan Sky di menit-menit terakhir pertandingan, sungguh sangat menyenangkan jika keluar sebagai pemenang. Tapi ini hanya permainan yang biasa kami mainkan untuk mengisi hari libur saja. Penyuka permainan ini sebagian besar adalah remaja tapi kadang terlihat orang dewasa datang ke sini untuk bertanding. Orang dewasa sangat sangat sibuk dengan pekerjaannya, lihat saja paman Ibuku atau bahkan paman Gracaa. Mereka seperti tak punya waktu untuk berlibur atau bersantai. Aku tak terlalu paham dengan lingkungan mereka. Aku hanya melihat mereka di jalanan dengan raut muka yang datar berlalu lalang tanpa saling sapa satu sama lain. Di sini, di Yosumi, tak terlalu seperti di Visonic. Di sini hiruk pikuk lebih terlihat santai dan tak terlalu padat. Tekanan disini tak terlalu besar, tak seperti di Visonic. Kami keluar dari hanggar untuk pergi ke tempat biasa kami makan mie, kedai Oniyashi. Sky ternyata sudah diberi flying bike oleh ayahnya.
“Kau tak membawa flying board, Sky?”
“Buat apa Dre, lihat ini!”
Dia menekan tombol yang ia keluarkan dari saku bajunya dan sebuah flying bike berwana hitam keluaran terbaru mengedip di tempat parkir kendaraan. Untuk urusan teknologi terbaru ia memang selalu tampil pertama.
“Apa kau sudah punya kartu ijin mengemudi Sky?”
“Aku baru mendapatkannya kemarin Dre, dengan nilai ujian kelulusan yang sempurna.”
“Oh iya aku bari ingat, Lars akan mengadakan perlombaan mini bike minggu depan Sky.”
“Apa? yang benar? Aku harus mendaftar Dre. Kapan pendaftaran dibuka?”
“Hari ini, aku mendengarnya dari pengumuman saat menunggumu tadi.”
“Antar aku untuk mendaftar Dre.
Semangatnya membara saat kuberi tahu akan ada perlombaan mini bike yang akan diselenggarakan oleh Lars Arena. Sky kemudian mendaftar sebagai peserta untuk perlombaan minggu depan. Perlengkapan seperti helm, suit race, boot ternyata tak disediakan oleh penyelenggara dan harus dipersiapkan sendiri. Sky terlihat tenang membaca form persyaratan yang sedang ia pegang.
“Bagaimana persyaratannya Sky?”
“Aku harus menyiapkan alat keselamatan sendiri, untung semua sudah lengkap ada dirumahku.”
“Tak ada masalah berarti, kau tinggal bersiap untuk minggu depan. Ayo kita makan.”
Tak berlama-lama setelah mendaftar kami meluncur menuju Oniyashi dengan flying bike milik Sky. Kami tiba dalam 5 menit perjalanan. Aku juga rindu mie disini ternyata, lidahku terpuaskan setelah menyentuh rasa kuah kaldu dan mie yang sangat sepadan dengan kata nikmat.
“Wah aku kenyang sekali, aku tak pernah bosan datang ke sini. Oh ya Dre, bagaimana dengan Paman Gracaa? Apa dia sudah mau bercerita tentang kecelakaan mendiang Ayahmu?”
“Belum Sky, Paman Gracaa masih tak mau berkomentar sama sekali.”
“Paman Gracaa memang orang yang tertutup sebenarnya Dre, sikapnya bahkan dingin pada orang lain yang tak ia kenal. Tapi aku kira ia jadi begitu setelah kecelakaan itu, soalnya Ibuku pernah bercerita dulu saat masih remaja Paman Gracaa sangat ramah sekali pada siapapun.”
Mendengar cerita itu akupun jadi merasa simpati pada Paman Gracaa. Kecelakaan Neptune membawa efek yang sangat buruk pada sebagian orang, bukan hanya pada keluargaku.
“Tahu kenapa kecelakaan pesawat itu membuat Paman Gracaa berubah? Ia kehilangan calon istrinya Dre. Bila dengan Ayahmu ia jadi kehilangan dua orang sekaligus.”
“Apa? calon istri Paman Gracaa jadi awak pesawat Neptune? Jadi satu orang awak perempuan yang menjadi korban itu adalah calon istri Paman Gracaa?”
“Ya, Ibuku bilang namanya Tanya.”
Ya, ada satu orang wanita ikut menjadi awak pesawat Neptune yang pergi ekspedisi bersama Ayah. Nama wanita itu adalah Tanya Yomikova, aku tahu itu dari arsip yang kutemukan di perpustakaan sekolah. Ini berita yang cukup mengejutkan hari ini. Sebenarnya ada empat awak pesawat yang menjadi korban hancurnya Neptune. Yang pertama Ayahku, Jara Olivion, yang kedua Foxx Barnett, yang ketiga Bach Keenon dan yang terakhir Tanya Yomikova.
“Kau penah bertemu dengan calon istri Pamanmu itu?”
“Sayangnya belum pernah, Dre.”
“Sky, apa kamu tahu kenapa Pamanmu tak menjadi astronot seperti kekasihnya dan Ayahku?”
“Oh soal itu, Pamanku dulunya adalah astronot. Tapi tak lagi semenjak kecelakaan saat latihan yang akhirnya mengganggu paru-paru dan tulang rusuknya. Ia tak diperbolehkan lagi untuk mengambil misi apapun ke luar angkasa, jadi ia dipindahtugaskan menjadi analis cuaca antariksa”.
“Semua ini menjadi jelas sekarang Dre, sudah pasti ada yang disembunyikan selama ini. Benar apa kata Dr. Queen. Dia benar selama ini. Aku sudah sering bilang kepadamu kan, Dre.
“Ya, akupun mulai merasakannya. Tapi kita tak bisa melakukan apa-apa, Sky.”
“Kau sudah tanyakan pada Paman Gracaa? Ia pasti tahu sesuatu.”
“Aku pun ingin banyak bertanya pada Paman Gracaa, Sky. Tapi pertanyaan soal Ayahku saja belum dijawab sampai hari ini.”
“Ia pasti semakin sering memikirkanmu Dre, aku yakin. Oh ya, aku mampir ke rumahmu dulu ya. Boleh kan?”
“Tentu saja boleh.”
Sky memutuskan untuk mampir ke rumahku. Langit mendung sudah menjadi hal yang biasa di Orlanida, termasuk Yosumi. Sore ini pun sama, awan hitam menaungi kepulangan kami ke rumah. Sky memacu flying bike dengan sangat cepat tapi cekatan, terasa mantap dan yakin. Pantas saja ia sudah berhasil mendapatkan kartu ijin mengemudi. Umur kami sudah 15 tahun sekarang dan sudah diijinkan untuk mengemudi bila persyaratan telah terpenuhi, yang terpenting adalah kartu ijin mengemudi. Tanpa disengaja di persimpangan jalan aku melihat petugas polisi yang dulu mengejar Sky.
“Lihat Sky, itu polisi yang dulu mengejarmu.”
“Wah ha ha ha. Iya itu polisi yang dulu mengejarku. Wajahnya tak berubah sama sekali.”
“Kau harus meminta maaf padanya.”
“Tak usah, aku dulu justru membantunya olahraga Dre. Apa sekarang juga harus membantunya lagi?”
“Hey jangan berbuat yang macam-macam, kartu ijin mengemudimu bisa dicabut.”
“Oh iya ha ha ha. Aku lupa.”
“Dulu kau hanya beruntung lolos dari kejarannya, lihat sekarang ia sudah memakai Hi-Top. Kau bisa mati bila tersusul oleh kendaraanya.”
“Aku kan calon pebalap Dre, jangan khawatir.”
“Sudah jangan macam-macam.”
Ku jitak helm nya dari belakang, otaknya perlu dorongan moril agar terhindar dari sifat jahilnya. Ia hanya tertawa sambil terus melaju, akhirnya kami sampai ke rumah dengan selamat. Selamat dari otak jahil sang playboy cap ikan asin. Tak perlu berlama-lama, Sky ternyata ingin datang ke sini untuk mencurahkan hatinya soal Genaya. Ya ampun harusnya aku tahu dari awal, ia pasti akan merengek soal sikap Genaya yang masih dingin padanya. Dengan satu tangan dia ambil teleskopku menuju kelopak matanya dan meneropong langit yang mulai gelap.
“Dre, tolong aku.”
“Tolong apa? Jangan bilang soal Genaya.”
“Soal Genaya, Dre. Mana mungkin ada perempuan yang sedingin itu selama tiga tahun. Kemarin aku mengajaknya untuk jalan denganku, aku memerlihatkan flying bike punyaku tapi tetap saja sikapnya sekaku mie kering.”
“Ha ha ha. Kau kan gampang dapat perempuan manapun. Masa iya kalah oleh satu orang perempuan. Begini saja, kau buat dia cemburu dengan membawa perempuan lain di flying bike-mu. Kau lihat perubahan sikapnya padamu nanti.”
“Hmm..patut dicoba. Tapi kalau dia salah paham bagaimana?”
“Mungkin benar juga dia akan salah paham. Bagaimana jika kau datang saja ke kelasnya dan sampaikan apa yang kau rasakan di depan semua temannya.”
“Hah? Gila kau Dre. Di depan semua teman sekelasnya?”
“Ya, aku akan menemanimu sampai depan kelas. Sambil tetap meneropong, rengekannya berhenti setelah kujamin hal itu padanya. Tapi ocehannya jadi benar-benar berhenti. Aku perhatikan ia mengatur-ngatur tombol di teleskopku agar penglihatannya semakin jelas. Ia pasti melihat sesuatu yang menurutnya menarik.
“Hei, serius sekali. Apa yang kau lihat?”
“Coba lihat ini Dre, retakan langit yang dulu bertambah panjang. Berbeda dari tahun lalu.”
“Coba kulihat, sekarang jadi tertutup awan, Sky. Kau yakin retakannya bertambah panjang?”
“Ya, rasa-rasanya iya.”
“Kira-kira seberapa panjangnya?”
"Aku tak yakin, mungkin 0,5 cm.”
Rupanya awan tak mengijinkanku untuk melihat apa yang dilihat Sky. Setahun terakhir aku jarang meluangkan waktu untuk meneropong bintang di teras kamarku dan sekarang hal lain ditemukan malah oleh Sky. Kalau memang benar retakannya bertambah panjang apa penyebabnya?
“Menurutmu apa yang membuatnya jadi berubah Dre?”
“Bisa beragam kemungkinan terjadi, tabrakan dari meteor atau benda angkasa lainnya. Tapi hanya itu kemungkinan terbesarnya menurutku.”
“Ah sudahlah, jangan dulu pikirkan soal retakan itu. Pikirkan dulu masa depanku, Dre.”
“Masa depan apa? masa depan Genaya denganmu? Kau ini masih 15 tahun, Sky. Jangan terlalu berlebihan soal perempuan. Jika dia jodohmu, dia akan bersamamu nanti”.
“Kau sih gampang bilang begitu, kau tak merasakan apa yang aku rasakan”.
“Aku tahu apa yang kau rasakan Sky. Percaya atau tidak aku juga kadang rindu seorang perempuan”.
“Hah? benarkah? siapa? kau rindu siapa, Dre? seseorang di sekolah?”
“Bukan, tapi aku juga tak yakin ini rindu atau apa? Hanya ada perasaan aneh saat ingat dia.”
“Ayolah anak sok pintar, akui saja kau rindu Lexa. Iya kan?”
Aku terkejut bukan kepalang, kenapa Sky tiba-tiba berkata seperti itu. Tapi anehnya sebagian diriku menyetujui apa yang dilontarkan Sky tadi. Apa-apaain ini. Yang seharusnya dibahas adalah retakan langit yeng bertambah panjang. Kenapa pikiranku malah tersita oleh perasaan pada perempuan? Ah lupakanlah, aku hanya ingin memeriksa langit yang masih tertutup awan tebal sampai saat ini. Kutunggu begitu lama tapi awan mendung ini tak juga menyingkir dari pandanganku. Sky malah jadi asyik dengan holophone-nya, entah dengan siapa ia mengirim pesan. Atau mungkin sedang berselancar di internet, aku tak tahu. Lalu tiba-tiba ia bangun dari posisi tidurnya dan berteriak seolah kamarku adalah sebuah padang rumput.
“Baiklaaaaaah! Besok aku akan mencari tahu perasaan Genaya yang sebenarnya padaku.”
Minggu, 28 November 2233
Hari ini Sky membuktikan perkataannya, ia mencari tahu perasaan yang Genaya punya terhadapnya. Sky mencoba terus untuk membuat Genaya mau mengakui keberadaannya. Tadinya ia akan mengambil saranku yang pertama untuk membuatnya cemburu tapi ternyata ia tak melakukan hal itu karena mungkin sangat berisiko terhadapnya. Yah, apa boleh buat akupun bukan orang yang ahli dalam soal percintaan. Kupikir Sky melakukan hal yang benar dengan tak membuat Genaya berpikir macam-macam. Tahu apa yang diperbuat Sky? Ia benar-benar datang ke kelas Genaya dan menyampaikan pesannya di depan kelas saat jam istirahat.
“Genaya, aku ingin kau tah sesuatu dariku. Walaupun kau selalu mengacuhkanku, tapi perasaanku padamu tak akan berubah. Terima kasih sudah menjadi dirimu sendiri, aku tak akan menyerah.”
Seisi kelas riuh dengan tepuk tangan dan ucapan semangat pada Sky. Dan, Genaya terlihat terkejut dengan pesan yang Sky sampaikan di depan kelasnya, di depan semua temannya. Dengan air muka yang sama sekali tak menunjukkan kebahagiaan tapi lebih cenderung kepada kebingungan, Genaya terdiam di tempat duduknya tak bergeming mendengar perkataan Sky. Aku lihat Sky menatap Genaya sebelum keluar dari kelasnya. Untuk kedua kalinya aku merasa kagum pada Sky. Tugasmu pada hatimu sendiri telah selesai kau laksanakan, Sky.
“Dre, badanku kaku sekali. Apa aku tadi terlihat gugup?”
“Tidak Sky, kau berhasil menunjukkan keberanianmu. Aku salut.”
Aku berusaha untuk membuatnya nyaman dengan apa yang telah ia lakukan dan kembali ke kelas masing-masing. Terlihat ekspresi yang tak pernah aku lihat selama ini dari wajahnya, ekspresi keikhlasan terpancar untuk pertama kali.
Bel pelajaran terakhir berbunyi, aku segera keluar dan berusaha mencari Sky. Tanpa terpikirkan sedikitpun, Genaya datang padaku. Tahu apa yang ia tanyakan? Ia menanyakan nomor holophone milik Sky. Aku merasakan kegembiraan untuk Sky. Tanpa berlama-lama kuberikan nomornya pada Genaya.
“Kamu Dreo kan? boleh aku minta nomor Skechers?”
“Oh iya, tentu.”
Ini akan sangat menarik, aku jadi penasaran pada kelanjutan dari kisah cinta dua anak manusia yang sedang tumbuh ini. Kira-kira Genaya akan mengirimkan sesuatu apa pada Sky ya? Jika ia ternyata menerima perasaan yang ditawarkan Sky padanya ini akan membahagiakan. Tapi jika Genaya ternyata malah menolak lebih keras pasti Sky akan sangat terpukul. Aku sungguh dibuat penasaran. Dalam perbincangan dengan diriku sendiri holophone-ku bergetar, ternyata pesan dari paman Gracaa. Tak biasanya paman Gracaa mendahului mengirim pesan padaku. Aku tak membuka pesan hologram di tempat umum jadi kubuka menjadi pesan teks saja.
“Dre, kalau kau ada waktu datang ke rumah paman akhir minggu ini ya. Ajak juga Sky kalau kau tak mau sendirian. Ada sesuatu yang ingin paman bicarakan padamu. Paman tunggu dirumah.”
Ada sesuatu yang ingin paman Gracaa bicarakan padaku, apa itu? Rasa penasaranku jadi teralihkan setelah pesan dari paman Gracaa masuk. Apa paman Gracaa akan mengungkapkan sesuatu lagi padaku? Atau tentang Ayah? Aku berjalan dengan arus dari kerumunan siswa yang menuju pintu keluar, Sky mengagetkanku dengan tiba-tiba ada di depan mata. Rupanya ia telah melihatku di kejauhan dan menunggu di sudut pintu kelas yang terlewati.
“Hei Sky, apa sudah ada kabar yang menyenangkan datang padamu?”
“Kabar apa?”
“Belum ada ya?”
“Kabar apa, Dre? Jangan membuatku penasaran.”
“Sudahlah, tunggu saja.”
“Kau aneh sekali hari ini? Ayo cerita kabar apa, Drehidrasi!?”
“Oh iya, barusan paman Gracaa mengirim pesan padaku. Ia menyuruhku datang ke Visonic akhir minggu ini. Kalau kau mau ikut, ayo. Paman Gracaa mengajakmu juga.”
“Jangan mengalihkan pembicaraan begitu, kau sangat aneh.”
“Mau ikut tidak?”
“Jawab dulu pertanyaanku, kabar dari siapa?”
“Dari pujaan hatimu, Skeleton!”
“Hah, apa? Aku tak mengerti?”
“Genaya, nanti kau juga akan mengerti. Oh iya aku lupa, kau kan ada perlombaan mini bike minggu depan, berarti kau tak akan ikut.”
“Genaya? mengabariku Dre? kapan? kau membuatku bingung.”
“Sudah tunggu saja.”
Sky berkali-kali memukul dahiku, setelah itu wajahnya terlihat seperti burung beo yang kebingungan. Dan itu berlangsung lumayan lama sampai ke tempat parkir kendaraan yang ada di sekolah. Pasti yang ada di pikirannya hanya Genaya. Genaya pujaan hatinya akan memberinya kabar. Genaya yang selama ini diam membisu padanya seperti patung air pancuran kini akan memberinya kabar. Genaya yang menurutnya cantik dan menawan kini akan memberinya kabar. Genaya oh Genaya, tak akan salah lagi.
Lalu akupun pulang dengan flying bike milik Sky, dibonceng tentu saja. Selama perjalanan Sky tak berkicau sama sekali. Pikirannya masih penuh oleh Genaya sang pujaan hati. Kecepatan flying bike-nya pun hanya 40km/jam, tak seperti biasanya yang sampai 100 km/jam. Playboy cap ikan asin ternyata gampang dibuat lemah oleh satu orang perempuan.
“Hei, rumahku jalan ke rumahku terlewat Skeleton.”
“Oh mana? Eh iya maaf maaf Dre.”
“Oke aku turun disini saja kau tak usah belok arah. Sky, pesan dariku, jangan membuang mantan sembarangan, oke?”
Aku tak tahan untuk tertawa saat melihat ekspresinya yang terlihat makin bingung dan akupun segera membalikkan badan lalu memacu flying board. Sky sempat mengepalkan tangan ke arahku tanda kalau ia tak setuju dengan saranku. Yang kulakukan hanya tertawa sepanjang jalan menuju rumahku. Saat tiba di depan rumah aku kembali teringat pada pesan yang dikirim paman Gracaa. Oke, minggu depan aku harus ke Visonic menemui paman Gracaa.
Sabtu, 4 Desember 2233
Seminggu telah berlalu, hari yang ditunggu olehku datang tepat waktu. Aku menuju Visonic untuk menemui paman Gracaa tanpa Sky, karena dia hari ini sedang mengikuti perlombaan mini bike-nya. Seperti setahun yang lalu, aku menuju Visonic menggunakan kereta bawah tanah di stasiun Tanuya. Hari ini paman Gracaa mengambil cuti, ia memberitahuku kemarin. Aku sampai di stasiun lebih awal agar tak tertinggal jadwal keberangkatan dan langsung masuk menunggu kereta datang. Saat tiba di stasiun Tanuya gerbong kereta terbuka diikuti penumpang yang mulai keluar dengan antrian yang santai. Akupun masuk tanpa bersusah payah dan menempati kursi di tengah barisan. Perjalanan setahun lalu kembali hadir di ingatanku, perjalanan pertamaku ke Visonic bersama Sky.
Satu jam tiga puluh menit aku habiskan dengan menyalakan bookplate membaca buku dari Dr. Queen, sampai voice over dari pramugari kereta memberitahu penumpang bahwa kereta telah sampai stasiun Visonic Kota. Ini tujuanku, aku turun dari kereta dengan teratur. Seperti biasa hiruk pikuk kota Visonic sangat padat. Aku berjalan di tengah keramaian orang-orang yang sibuk dengan pikirannya masing-masing. Baru-baru ini tersiar kabar jika tingkat stress penduduk kota Visonic meningkat dari angka sebelumnya. Entah apa yang membuat hal itu dapat terjadi di kota ini. Mungkin gaya hidup atau mungkin tekanan hidup yang membuat penduduk kota ini jadi lebih stress dari sebelumnya.
Aku sampai di rumah paman Gracaa dengan melewati jalan pintas yang Sky tunjukkan tahun lalu. Aku ingat dengan sangat baik jalan menuju rumah paman Gracaa. Aku sampai di depan rumahnya tanpa memeroleh kesulitan yang berarti.. Ia memersilakanku masuk saat aku menekan bel. Ternyata paman Gracaa telah menunggu kedatangnku di ruang bacanya.
“Hallo Dre, bagaimana perjalananmu? Ayo silakan duduk, kau pasti lelah jauh-jauh datang kesini.”
“Perjalananku terasa sebentar paman, karena tahun lalu aku sudah pernah datang ke sini jadi aku tahu rute stasiun yang terlewati.”
“Oh iya, mana Sky?”
“Dia sedang mengikuti perlombaan mini bike di Yosumi, minggu lalu ia mendaftar. Ia hanya mengirim salam untuk paman.”
“Oh begitu, bagus. Bakat aslinya sudah terlihat kalau begitu.”
“Selama seminggu ini aku jadi penasaran, apa yang akan paman bicarakan padaku?”
“Maaf jadi membuatmu khawatir Dre. Jangan terburu-buru, kau boleh makan dulu kalau kau lapar.”
“Tak usah paman, nanti saja.”
Paman Gracaa mencoba mengulur waktu dengan memersilakanku untuk menikmati hidangan yang ada di rumahnya. Rori, robot rumah tangga milik paman Gracaa menyiapkan makanan di atas meja untuk kami berdua. Ia lalu menyapa dan memberi senyum padaku, ternyata ia masih ingat namaku.
“Begini Dre, setahun ini paman selalu ingat Ayahmu. Dan, paman punya sesuatu untukmu.”
Paman Gracaa memerlihatkan sebuah penghargaan berupa medali bertuliskan Jara Olivion. Ini penghargaan milik Ayah, penghargaan atas dedikasinya membuat terobosan baru di SA-OD.
“Ini menjadi milikmu sekarang, paman tak berhak atas medali ini.”
“Terima kasih paman, boleh aku tahu sejarah medali ini?”
“Medali itu Ayahmu dapatkan saat sukses merancang dan memberikan ide untuk pembuatan pesawat ulang alik terbaru yang lebih hemat energi dan efisien, yaitu Neptune. Tapi sayangnya Ayahmu tak sempat untuk menerimanya secara langsung. Kau berhak mendapatkannya sekarang.”
Aku mencoba untuk masuk dalam cerita paman Gracaa, aku membayangkan Ayah yang menerima medali ini. Ayah pasti akan sangat bangga dengan penghargaan ini. Sekarang aku yang menjadi pewaris kebanggaanya.
“Lalu, paman akan menawarkanmu sesuatu, Dre.”
“Apa itu paman?”
“Aku akan menawarkanmu untuk kuliah lebih awal di Universitas SA-OD. Paman punya otoritas untuk membawa masuk mahasiswa akselerasi. Nilaimu di sekolah tak terkalahkan bukan? Itu pun jika kau mau.”
Kuliah di SA-OD? Di umurku yang masih 15 tahun lebih 8 bulan? Tentu saja. Ya, tentu saja aku mau.
Bersambung Chapter VI
0 Comments