![]() |
novel blog |
Minggu, 22 November 2232
“Dre, kamu datang dulu ke rumahku oke. Bantu aku berkemas he he he.”
“Dasar anak manja, bawa barang yang penting saja Skeleton.”
“Ayolah, demi persahabatan kita Dre.”
“Oke oke, aku datang sejam lagi.”
“Nah begitu dong, kutunggu di rumah.”
Pagi-pagi sekali Sky menghubungiku hanya untuk menyuruhku datang ke rumahnya, padahal kemarin kami sudah bahas barang apa saja yang kira-kira kami perlukan nanti di Visonic. Merepotkan saja anak yang satu ini, untung barang-barangku sudah kupersiapkan kemarin malam. Zadar pun sudah ku aktifkan kemarin jadi aku tak perlu cemas saat kutinggalkan rumah selama liburan, Brian tak akan kelaparan, rumah tak akan berantakan dan Ibu tak akan kesepian. Ya, Ibu yang akhirnya memberi nama untuk robotku, Zadar. Nama yang aneh tapi tak apalah. Ia akan otomatis mencari sinar matahari saat baterainya sudah mulai habis, tapi sepertinya ia akan kesulitan karena matahari sangat jarang muncul akhir-akhir ini. Kalau dia tiba-tiba mati Ibu yang harus menghubungkan ke sumber listrik karena aku tak membuat perintah di perangkat lunaknya untuk mencari sumber listrik di rumahku secara otomatis hanya kubuat untuk sensor panel surya.
Yap, aku sudah siap tinggal Sky yang belum siap entah apa yang akan dibawanya dan aku harus datang membantunya segala. Aku bergegas dengan flying board menuju rumahnya.
“Sky, tolong bukakan pintu aku di depan rumahmu.”
“Oke tunggu sebentar aku turun.”
Rumah di Orlanida akan sulit dibedakan kalau tak diberi warna karena hampir semua rumah dan gedung di Orlanida berbentuk setengah bola agar tahan dari goncangan gempa bumi. Termasuk rumah Sky, tapi karena warna rumahnya diberi warna merah hitam jadi aku bisa mengenalinya. Dengan wajah tanpa dosa Sky membukakan pintu.
“Dre tolong pilihkan sepatu yang cocok untukku, yang merah ini kira-kira cocok tidak? Disana kan banyak perempuan cantik jadi aku harus kelihatan keren”
“Ya ampun Skeleton, ternyata kamu menyuruhku ke sini hanya untuk melihatmu bergaya memakai sepatu?”
“Sudah jangan banyak cingcong, yang ini cocok tidak?”
“Pakai yang satu warna dengan warna garis di pakaian oksigenmu, Sky.”
“Hmmm benar juga kau Dre, kau jenius.”
“Kalau mau memanggilku jenius nanti saja kalau sudah kuciptakan pohon yang bisa tumbuh dari dalam besi.”
“Apa? pohon dari besi? kau bukan jenius tapi gila, Drehidrasi.”
“Ayo cepat nanti ketinggalan kereta.”
Sangat susah kalau harus meladeni orang seperti Skechers a.k.a Sky Skeleton yang banyak omong dan banyak maunya. Tapi dibalik itu ia teman yang setia kawan, walaupun lumayan merepotkan sih. Ia tetap teman terbaikku untuk saat ini.
Kami menuju stasiun kereta berharap tak ketinggalan jadwal keberangkatan, flying board kubawa menggantung di belakang ranselku yang penuh dengan pakaian dan pelengkapan lain. Visonic kota yang mengagumkan dalam bayanganku selama ini dan aku akan menuju ke sana sekarang, aku sangat bersemangat. Stasiun bawah tanah jaraknya 15 menit dari rumah Sky, ada di jalan Tanuya di seberang Bank Nasional. Kami sampai dengan selamat di waktu yang tepat karena kereta satu menit lagi berangkat. Kalau saja tak ku ajak Sky untuk cepat-cepat kami akan terlambat sampai ke sini.
Pemandangan di dalam kereta sekarang seragam, semua memakai pakaian yang sama tak seperti waktu terakhir kali aku naik kereta kira-kira setahun yang lalu. Penumpang yang naik di Stasiun Tanuya hanya sedikit dan Stasiun selanjutnya adalah Stasiun Jeromy, kami akan melewati empat stasiun lagi sebelum sampai ke Visonic, kira-kira satu setengah jam waktu kami untuk sampai ke sana. Stasiun ketiga terlewati, Sky kulihat sedang tertidur dengan kepala oleng ke kiri hampir jatuh ke pundak penumpang lain, memalukan saja anak ini. Lalu kulihat langit melalui jendela di seberang tempat dudukku, dengan suara kereta yang datar dan hampir tak bersuara aku memikirkan kejadian setahun lalu. Retaknya langit yang hampir tak kupercaya, hanya 0,5 cm panjangnya jika diukur dari sini. Skala yang pasti akupun tak tahu. Muncul pertanyaan dalam kepalaku, apakah orang-orang benar-benar tak menyadarinya? Dahiku mengerut memikirkan hal itu.
Suara pramugari kereta memecahkan dari lamanya lamunanku, kami sudah sampai di Stasiun Visonic Kota. Lalu kubangunkan Sky dari tidur siangnya yang nyenyak sekali, aku heran bisa-bisanya ia tidur seperti tak ada beban dilihat orang banyak. Kugoyangkan bahunya sampai kepalanya ikut bergoyang kiri kanan.
“Heh Sky ayo bangun, kita sudah sampai.”
“Apa apa, dimana ini Dre? oh kita sudah sampai.”
“Ayo sadarkan otakmu kita harus turun.”
Kubayangi Sky dari belakang karena ia masih separuh sadar, arus penumpang membawa kami melewati anak tangga menuju ke atas untuk keluar dari stasiun. Di atas kami menemui polisi sedang berpatroli menyaksikan para penumpang yang baru turun dari kereta lalu berjalan menuju arah yang lain. Aku baru saja membaca papan bertuliskan Stasiun Visonic Kota, ya aku ada di Visonic dan Sky tiba-tiba memperkenalkan Visonic seakan-akan kota ini adalah miliknya. Rupanya ia sudah siuman.
“Selamat datang di Visonic, Dre. Anggap saja rumah sendiri.”
“Kau juga kan masih asing dengan kota ini Sky, memangnya kau tahu persis seluk beluk ibu kota ini?”
“Tahulah, aku sering berlibur ke sini Dre.”
“Kalau begitu ayo segera ke rumah pamanmu lantas kita ke Museum Pesawat, Sky.”
“Ah kau ini, dipikiranmu hanya ada museum ya? Tenang saja kita baru sampai. Kita makan saja dulu. Lagipula pamanku belum ada di rumah dia belum pulang.”
“Kita akan makan dimana?”
“Sudah ikut saja, pakai flying boardmu.”
Kota ini mengagumkan, banyak gedung pencakar langit dengan arsitektur yang hebat. Jalanan padat dengan kendaraan berlalu lalang, trotoar pun sama padatnya dengan jalanan. Ada jalur khusus pejalan kaki dan jalur khusus pengguna stand walker, karena aku memakai flying board jadi aku memakai jalur stand walker. Aku mengikuti Sky dari belakang sambil menikmati suasana ibu kota Orlanida ini yang sibuk dengan rutinitasnya masing-masing. Dan langit, ah dia masih tetap sama seperti di tempatku Yosumi, masih tetap murung mungkin karena masih di bulan November.
Sky mengajakku makan di kedai mie raare, kedai mie seperti Oniyashi tapi mie raare disini tak seenak milik Oniyashi, kuah kentalnya tak terasa gurih. Setelah ini kita baru akan ke rumah paman Sky, tanpa naik transportasi umum lagi hanya dengan flying board masing-masing. Orang-orang disini seperti robot, semua berjalan tanpa menghiraukan sekelilingnya. Semua sibuk dengan urusannya masing-masing, walaupun terasa aman tapi ternyata hidup di ibu kota rasanya seperti ini.
“Sky, seberapa jauh rumah pamanmu?”
“Hmmm sekitar 1,5 kilometer kira-kira, kau harus tahu bagaimana suasana di ibu kota Dre jadi kita tak usah naik kendaraan umum. Jangan cuma tahu Yosumi saja, jadi anak kota sedikit Dre. He he.”
“Sialan kau menganggapku kampungan, berarti kau juga sama Skeleton. Kau juga anak Yosumi.”
“Siapa yang bilang seperti itu Drehidrasi, aku cuma bilang jadi anak kota lah sedikit.”
Percakapan kami berakhir dengan saling pukul dan saling tendang sampai semua orang merasa terganggu, tapi itu tak akan pernah terjadi karena hanya ada dalam pikiran anehku saja. Kami tertawa riang dengan sedikit saling pukul dahi selama flying board kami melaju. Sampai akhirnya kami melewati gedung yang terlihat sedang mengadakan pameran. Aku yang berada di depan Sky berhenti sejenak menyempatkan untuk melihat acara apa itu, Sky juga berhenti dan membaca informasi di running text yang diaplikasikan dengan hologram. Ternyata sedang ada pameran teknologi dan otomotif untuk menyambut liburan, kami memutuskan untuk berkunjung sekedar melihat-lihat.
Wow, yang menjadi pembawa acara adalah robot, ini robot pertama yang kulihat langsung dengan artifial intelligence tinggi. Dia berbicara layaknya manusia yang sedang membawakan acara, mahir dan atraktif sekali. Di ruangan yang dikelilingi teknologi seperti ini tiba-tiba membuatku merasa menjadi orang berilmu. Aku datangi booth satu persatu dan kuperhatikan dengan saksama hasil karya mereka, menakjubkan. Sesekali kutengok ke belakang kulihat Sky hanya memerhatikan sales promotion girl yang lumayan cantik, dengan muka memerah kulihat ia malu-malu mencuri pandang padanya terus, lucu sekali gerak geriknya. Di acara teknologi seperti ini yang kau lihat hanya perempuan Sky, yang benar saja. Ada satu booth yang menarik perhatianku, hasil karyanya menampilkan robot yang mampu berpikir dan bertindak seperti manusia. Tak seperti robot pembawa acara itu, robot ini pergerakannya lebih luwes dan fleksibel, sangat mirip manusia. Di sekelilingku banyak orang-orang yang terlihat berilmu tinggi dan yang paling mencolok mataku adalah seorang laki-laki paruh baya yang memakai seragam SA-OD ( Space Agency - Orlanida). Sedang apa SA-OD disini pikirku, tapi yang pasti rasanya aku tak ingin pulang dari sini.
Di sudut ruangan sebelah kanan yang luas ini terlihat orang-orang berkerumun menyaksikan sesuatu, tepatnya di booth otomotif dan membuatku penasaran juga. Dan sulit untuk dipercaya ternyata Sky yang menjadi pusat perhatian, ia sedang mencoba simulator moto race. Anak berumur 14 tahun yang mengendarai flying bike untuk moto race. Bukan itu yang membuatku heran, ia sangat menikmati sekali dan tampak tak kesulitan mengendarainya. Dia seperti professional, ternyata bakatmu bukan hanya mengoceh Sky. Dengan mata tetap memerhatikan mesin simulator Sky mengacuhkan semua orang yang sedari tadi menyaksikannya. Tahu hasil test yang dihasilkan Sky berapa? Dia memperoleh nilai sempurna mengalahkan orang dewasa, semua orang memberikan apresiasi. Untuk pertama kalinya aku kagum padamu Skeleton.
Dengan senyum nyaris sombong dia merentangkan tangannya seperti elang terbang dan berjalan ke arahku, dia pikir akan berpengaruh padaku. Lalu kujitak kepalanya agar dia sadar ha ha.
“Aw, sakit Dre! Kau pasti iri melihat aksiku barusan kan?”
“Yang benar saja, itu hanya simulator. Kau harus coba di lintasan balap baru aku akan tepuk tangan.”
“Benar juga, suatu hari nanti aku akan jadi pebalap professional. Dengar itu Drehidrasi!”
“Oke oke, buktikan saja. Sudah puas belum? ayo kita menuju rumah pamanmu”
Pameran belum selesai tapi aku rasa sudah cukup untuk mengisi waktu luang kami. Flying board kami siapkan dan melaju dengan perlahan. Jalanan tambah ramai saat sore hari, mungkin tuntutan rutinitas kota untuk pulang menuju rumah masing-masing. Sepanjang jalan lampu mulai dinyalakan, padahal hari masih sore tapi terlihat sangat gelap oleh mendung hari ini. Hari yang temaran diobati sinar dari lampu perkotaan yang gemerlapan, sendunya kota berubah jadi kemeriahan malam. Wow, pemandangan ini cukup menyenangkan tapi muka orang-orang tak terlihat bergembira. Apa mereka bosan dengan suasana ini yang hampir tiap hari? atau memang aku yang baru tahu suasana kota seperti ini? sepertinya Sky benar kalau aku hanya tahu daerahku saja, aku jadi setuju dengan perkataanku sendiri aku ini kampungan. Aku merasa aneh sendiri jadinya.
Sky membawaku melewati jalan tikus yang lebarnya hanya pas dengan flying boardku. Sky hanya tertawa di depan melihatku yang agak kesulitan mengusasai jalan ini. Ternyata rumah paman Sky hanya 15 menit dengan flying board melewati jalan pintas yang tadi. Aku sampai di blok yang suasananya hampir sama dengan di tempatku Yosumi, rumah dengan bentuk setengah bola sangat mendominasi. Tapi rumah disini lebih beragam dengan lampu yang lebih berwarna karena dibuat video mapping. Sky mendekati rumah yang tak diberi hiasan lampu dan menekan tombol di kotak keamanan untuk mengkonfirmasi pemilik rumah bahwa ada orang di depan. Sepertinya ini rumah tujuan kami, ya ternyata benar sekali dugaanku.
Pintu terbuka dan seorang laki-laki bertubuh besar dengan kepala pelontos keluar menyambut kami dan langsung memeluk Sky.
“Hai Skechers, bagaimana kabarmu? Kau terlihat lebih tinggi sekarang ya.”
“Hai paman Gracaa, aku baik. Oh iya ini temanku yang kuceritakan minggu lalu, Dreo Olivion.”
“Dreo Olivion?”
“Ya , namaku Dreo Olivion Paman. Panggil saja Dre, senang bertemu denganmu.”
“Senang bertemu denganmu juga Dre. Ayo cepat masuk, kalian pasti lelah dan belum makan malam.”
Paman Sky sangat menerima kedatangan kami, tapi tak tahu kenapa air mukanya berubah saat Sky memperkenalkanku padanya. Apa ada yang salah denganku? Ah mungkin cuma perasaanku saja. Sky membawaku menuju kamar khusus tamu di lantai atas melewati ruang televisi, televisi disimpan bersenderan membelakangi anak tangga yang kami naiki. Ruangan ini lumayan megah dengan desain futuristik, tapi masih terlihat perabotan antik yang terbuat dari kayu yang pasti harganya sangat mahal. Samar-samar wewangian bunga melati tercium di ruangan yang kami lewati. Rumah ini memang terasa sepi karena paman Sky tinggal sendiri. Paman Sky menyuruh kami turun untuk makan malam yang telah disiapkan setelah kami selesai mandi, aku kira paman Sky yang menyiapkan semuanya ternyata robot koki yang membuat makan malam di rumah ini.
“Ayo kita makan malam, maaf menunya seadanya. Jam berapa kalian dari Yosumi?”
“Kami berangkat jam 12 siang dari Yosumi paman, lalu kami mampir ke pameran di jalan Rappine.”
“Pameran apa? Ada pameran di jalan Rappine?”
“Pameran teknologi dan otomotif, Dreo yang memaksa kami masuk.”
Rupanya Sky sedikit membual dan aku hanya senyum dengan terpaksa, ingin rasanya kujitak kepalanya yang besar itu. Sky tak menceritakan soal keahlian barunya mengendarai flying bike, rupanya ia tak terlalu terbuka pada pamannya yang ini. Dan pamannya pun tak terlalu banyak bicara. Kulihat fotonya terpajang di dinding memakai seragam dengan logo SA-OD dan beberapa penghargaan berjajar di lemari kaca. Paman Sky bagian dari SA-OD, aku jadi antusias untuk ingin tahu lebih banyak tentang SA-OD.
“Paman, boleh aku bertanya sesuatu?”
“Ya Dre silakan.”
“Paman bekerja di SA-OD? Penghargaan paman menurutku itu keren. Aku sangat ingin jadi bagian dari SA-OD.”
“Kamu tertarik dengan SA-OD Dre? kamu bisa masuk kalau punya kemauan.
“Aku akan berusaha untuk itu Paman.”
“Dreo berbakat Paman, dia bisa membuat teleskop dan robotnya sendiri.”
“Oh ya Sky? Kalau begitu kamu punya banyak peluang untuk masuk ke SA-OD nanti Dre, kami sangat mengapresiasi pemuda yang penuh karya.”
Paman Gracaa menyelesaikan makan malamnya lebih dulu lalu pergi untuk mengerjakan sesuatu, ia tak menampakkan wajah terganggu dengan kedatangan kami berdua ke rumahnya untuk menginap selama seminggu kedepan. Ia hanya berpesan untuk menjaga rumahnya selama Paman Gracaa tak ada di rumah.
“Pamanmu baik Sky, rasanya aku akan betah sementara disini. Kau tak bilang apa-apa padaku tentang pekerjaan pamanmu.”
“Untuk apa Dre, akhirnya kau tahu juga kan ia bekerja untuk SA-OD. Instansi pemerintah yang kau banggakan.”
“Ya, dan kau membencinya.”
Sky masih terpengaruh oleh teori Dr. Queen tentang SA-OD yang menyembunyikan sesuatu sehingga tak begitu simpati dengan apa-apa yang berbau SA-OD. Sebaliknya aku, sangat ingin tahu dengan semua yang berhubungan dengan SA-OD. Dan, aku hampir saja membocorkan lagi pada Paman Gracaa tentang rahasia langit selama ini. Kalimat retakan di langit sudah hampir keluar di pikiranku, tapi untungnya tak ku muntahkan ke mulut. Aku dan Sky masih sepakat untuk tidak membicarakan pada siapapun karena cap aneh pasti akan kami terima bila pengakuan itu keluar lagi. Ketakuan akan gelar aneh masih menghantui kami berdua. Tapi tak menutup kemungkinan kami akan menemui bukti baru dan akan menguatkan tentang retakan yang terjadi di langit setahun lalu. Rasa lelah hari ini akhirnya mengalahkan kami dan membuat mata ini terasa berat untuk mengedip, kami mengistirahatkan diri di tempat yang telah disiapkan. Sebelum lupa aku sempatkan mengabari Ibuku lewat holophone, ini pertama kalinya aku berada di Visonic kota yang menjanjikan untuk sebagian orang.
Kamis, 26 November 2232
Hari ini hari terakhir kami untuk dihabiskan di Visonic, besok kami harus pulang ke Yosumi. Dan jadwal ke Museum Pesawat adalah hari ini karena Museum Pesawat hanya dibuka dua hari saja, Kamis dan Jumat. Semangatku telah kusiapkan untuk hari ini, aku mau datang jauh-jauh dari Yosumi hanya untuk Museum Pesawat. Tapi Sky aku tak tahu apakah dia memersiapkan liburannya dengan semangat untuk suatu hal atau hanya sekedar ingin melihat perempuan-perempuan cantik disini. Kalau sudah melihat perempuan cantik dia seakan lupa bagaimana tingkahnya merengek-rengek padaku jika Genaya tak memerdulikannya. Awas saja kalau sampai merengek lagi padaku nanti di sekolah.
Paman Gracaa selalu berangkat pagi sekali dan kami selalu tak sempat bertemu dengannya, hari ini pun sama. Robot koki menyiapkan sarapan yang sama setiap pagi, roti isi keju dari susu kambing dan sweet citrus semacam jus jeruk manis. Robot ini tak diberi nama oleh paman Gracaa malah Sky yang memberi nama, ia memberi nama Rori. Aku pamit pada Rori untuk pergi keluar rumah saat ia sedang membereskan peralatan makan, ia memberikan senyum digital manisnya padaku.
Pagi ini sangat beruntung, untuk pertama kalinya lagi matahari menampakkan wajahnya di Orlanida. Ah sudah lama sekali sejak mendung selalu mengantri paling pertama di langit pagi Orlanida. Aku diam berdiri diambang pintu beberapa saat untuk meresapi sinar matahari menyentuh kulit wajahku, hangat dan damai.
“Dre, ayo! malah jadi patung air pancuran begitu.”
Suara Sky membuat konsentrasiku pada sinar matahari buyar, padahal aku sedang menikmati saat-saat seperti ini.
“Sky, ayolah. Kita jarang sekali tersentuh matahari, sekarang matahari muncul masa kau tak senang.”
Dengan berat hati kuturuti Sky yang sudah melaju lalu kusiapkan flying boardku dan meluncur di belakangnya.
Kunikmati pagi hari ini dengan dua cara berbeda dari rutinitasku di Yosumi, pertama dengan disinari matahari pagi dan kedua aku bebas dari jadwal sekolah. Karena pagi hari biasanya matahari tak pernah muncul dan aku harus berangkat ke sekolah. Tapi sekarang aku di Visonic untuk tujuan terakhirku ada di kota ini, Museum Pesawat Visonic. Sepanjang hari ini sepertinya akan menyenangkan, aku sangat yakin karena matahari bersinat terang yang menjadi pertanda baik buatku bahwa hari ini akan menyenangkan. Awan putih menaungi sepanjang perjalanan kami menuju Museum. Dan langit, aku sudah lama juga tak menyapanya. Kulihat wajahnya lekat-lekat, sedikit demi sedikit hatiku mulai terhibur oleh wajahnya yang membiru dari utara ke selatan. Aku punya banyak cerita untukmu wahai sahabat lamaku, langit. Maaf Sky aku sedikit mengacuhkanmu, aku harus jujur kalau selama ini aku rindu cuaca pagi seperti ini jadi aku harus banyak berkomunikasi dengan langit sahabat lamaku. Dengan caraku menatap langit aku jadi tahu bahwa selama ini ia baik-baik saja, hanya sedang dirundung kesedihan tanpa aku tahu apa penyebabnya.
Tiga menit dengan flying board dan sepuluh menit dengan bus, kami akhirnya tiba di Museum Pesawat Visonic. Wow, gedung dengan gaya klasik abad 19 yang menjadi pemandanganku kali ini. Dengan pilar-pilar besar menyambut dan anak tangga melebar yang harus ditapaki untuk bisa sampai ke bawah pilar tersebut. Bendera bertuliskan “Angkasa Belum Selesai Terjamah” diletakkan di atas pilar dengan posisi memanjang. Dan, pintu yang besar dan lebar terbuka dengan petugas keamanan Museum berjaga di sampingnya. Kami dipersilakan masuk sesuai barisan, tak ada anak yang berlarian semua teratur dan rapi.
Mataku berbinar saat memasuki aula utama Museum ini, tempatnya sangat luas dengan langit-langit dari ornamen kaca yang bercerita tentang pesawat ulang alik Orion II yang aku tahu bentuknya karena di sekolahku yang dulu ada pesawat Orion II dijadikan monumen sekolah. Disini tempat sejarah dari semua sejarah tentang pesawat disimpan. Dari mulai pesawat dari abad 19 sampai abad 22, dari pesawat dari kayu sampai pesawat ulang-alik dipertontonkan disini. Semua terlihat terawat dan rapi, ditempatkan sesuai dengan zaman dan kategorinya. Di papan informasi dijelaskan luas tanah dan gedung mencapai 100 hektare, karena ukuran pesawat sangat lebar jadi pantas saja harus seluas ini. Tiap pesawat mempunyai dokumentasi saat dulu masih beroperasi dan diperlihatkan langsung dengan hologram projector. Rasa-rasanya aku akan betah disini seharian.
Semua sejarah yang kupelajari di sekolah disini seperti diceritakan kembali oleh pelaku sejarahnya secara langsung. Aku tak sempat untuk memikirkan hal yang lain selain dari apa yang kulihat sekarang, menakjubkan. Ini seperti surga makanan dan aku seperti anak yang kelaparan ingin menyantap semua makanan sekaligus. Dari cikal bakal pesawat Marion dengan mesin baling-baling di kedua sayapnya hasil karya ilmuan abad 19 Furtri bersaudara kemudian berkembang menjadi pesawat komersil yang menggunakan mesin jet, yang kesemuanya berbahan bakar fosil. Lalu Orion untuk pesawat ulang alik yang juga berbahan bakar fosil. Ini yang paling aku sukai, sekarang aku ada di hanggar untuk pesawat ulak alik.
Disinilah tempat untuk pesawat yang telah menembus angkasa ditempatkan, aku menyimak hologram satu persatu tanpa terlewat satu kalimatpun dimulai dari Orion sampai pesawat yang terakhir pensiun yaitu Nebula generasi ke 10. Armadillo generasi ke 12 telah hancur jadi hanya tersimpan dioramanya saja disini. Dijelaskan bahwa Armadillo hancur di langit Orlanida karena kegagalan salah satu mesin uranium yang membawanya, mataku sempat memicing saat membacanya. Sebelum Armadillo, 10 tahun yang lalu ada satu lagi pesawat yang hancur di angkasa yaitu Neptune pesawat generasi ke 11, aku baru tahu soal ini. Ternyata Neptune hancur saat akan mengadakan perjalanan ekspedisi ke planet Silver seperti Armadillo. Astaga, mungkin ini maksud dari perkataan Ibu dulu “kejadian ini terulang
lagi” saat Armadillo hancur di angkasa, ternyata Armadillo percobaan yang kedua kalinya dan mengalami hal yang sama. Aku rasa Ibu tahu banyak soal ekspedisi SA-OD ke ruang angkasa. Ya pastilah Ibu menjadi saksi kejadian-kejadian 10 tahun lalu.
Perhatianku kembali pada orang-orang, apa dari sekian banyak orang yang berkunjung ke sini tidak ada yang memerhatikan langit? Bahwa ada kejanggalan di langit? Ingin rasanya aku memberitahu semua orang, hei Armadillo hancur karena menabrak langit. Tapi pasti tak akan ada yang percaya. Dan tiba tiba aku teringat Sky. Ya ampun, aku tak memerhatikan Sky, dimana dia?. Kucari dia diantara kerumunan orang tapi tak terlihat batang hidungnya, ku kira ia di belakangku sedari tadi. Yang ada dipikiranku kira-kira begini, dia pasti melihat perempuan cantik lalu berhenti dan melihatnya tanpa mengedip dan kami terpisah oleh arus pengunjung yang berjalan, pasti seperti itu. Kucoba untuk menghubungi holophone miliknya tapi tak aktif, menyusahkan saja anak satu ini. Apa boleh buat nanti saja minta bantuan ke meja informasi untuk mencari Sky, dia pasti sedang bersenang-senang sekarang.
Aku kembali berpikir untuk merenungkan kejanggalan-kejanggalan yang selama ini terjadi, soal ekspedisi Planet Silver, hancurnya Armadillo, perkataan Ibuku dan yang terakhir aku tahu tentang Neptune. Apakah semua ini ada hubungannya? Tapi kenapa bisa terjadi? Pertanyaan yang harusnya bisa dijawab oleh seseorang tapi bukan Dr. Queen. Kenapa aku jadi teringat Dr. Queen ya? dan langsung juga teringat Sky. Baiklah hari sudah sangat siang aku harus menginformasikan pada pihak keamanan sekarang juga. Petugas informasi yang kutemui seorang perempuan umurnya kira-kira 20 tahun dan langsung kuminta untuk mengumumkan lewat pengeras suara supaya Sky segera datang ke bagian informasi menemuiku.
“Siapa nama temanmu, dik.”
“Skechers, Skechers Nikolai.”
“Dan nama adik sendiri siapa?”
“Dreo Olivion, kak.”
“Perhatian, kepada pengunjung Museum yang bernama Skechers Nikolai ditunggu oleh saudara Dreo Olivion di bagian informasi, terima kasih.”
Kalimat itu terulang beberapa kali menggema di seluruh ruangan museum, aku merasa malu dilihat oleh orang banyak namaku disebut kencang sekali barusan. Lalu kutunggu beberapa saat dengan mata tetap mencari batang hidung Sky di sekeliling museum. Masih tak ada tanda-tanda darinya. Berselang beberapa menit kulihat dari kejauhan di lorong dari arah hanggar pesawat jet, Sky sedang mengobrol dengan seorang anak perempuan berambut pirang sambil berjalan ke arahku. Ini dia playboy cap ikan asin datang, ia masih tak menyadari keberadaanku. Dugaanku benar ia sedang bersenang-senang merayu perempuan, tapi yang membuatku aneh kenapa ia bisa dengan santai mengobrol dengan perempuan yang baru ia kenal sedangkan Genaya tak mau sedikitpun menanggapinya jika di sekolah Sky menggodanya. Aku tak habis pikir, banyak sekali misteri yang membuatku bingung akhir-akhir ini termasuk soal perempuan. Kulihat ia berpamitan dengan perempuan itu dan akhirnya menyadari keberadaanku kemudian menghampiri dengan senyum sumringah.
“Rupa-rupanya ada yang sedang berbunga-berbunga.”
“Iyalah, masa iya jauh-jauh dari Yosumi cuma melihat-lihat pesawat. Mana bisa pesawat diajak ngobrol, ya kan Dre?”
“Betul sekali wahai kawanku Skechers Nikolai, ngomong-ngomong tadi dengar tidak namamu dipanggil di pengeras suara, hm?”
“Namaku dipanggil? Kapan?”
“Kau tak dengar sama sekali? Suara sekeras itu kau tak dengar? Aku memintamu untuk menemuiku disini Skeleton!”
Kujitak saja kepalanya agar ia sadar dari mabuk kepayangnya tapi malah ia membalas memukul kepalaku.
“Aku mencarimu dari tadi Dre, tadinya akan ku kenalkan anak perempuan itu padamu tapi kau malah tak tahu dimana. Ya sudah kuajak dia jalan denganku saja.”
“Iya tak tahu dimana karena kau sengaja mengejarnya.”
“Ah kau Dre, tahu saja. He he he.”
“Perutku lapar, ayo kita cari makan Sky. Habis itu pulang.”
“Ku pikir kau akan menginap disini Dre, bukannya kau betah?”
“Sudah jangan banyak wawancara ayo cari makan.”
“Dompetku tipis Dre, kita makan di restoran cepat saji saja.”
“Oke.”
Kami keluar dari museum saat matahari tertutup awan putih membuat siang sedikit teduh. Aku ingin cepat pulang karena tak ingin melewatkan langit sore nanti, sudah lama sekali aku tak bercengkerama dengan langit sore. Kira-kira bagaimana kabarnya selama ini, apakah sinarnya masih sama atau sedikit berbeda. Kami menemukan restoran cepat saji dekat museum di seberang jalan menghadap taman kota, aku memesan roti daging dan soda, Sky memesan mie gulung dan teh. Tak berlama-lama segera ku habiskan makanan di depanku, Sky tak perlu disuruh pun pasti akan segera melahap dengan cepat. Sky menceritakan sedikit tentang gadis yang tadi berkenalan dengannya di museum dan sempat bertukar nomor holophone. Aku hanya mengangguk dengan mengancam sedikit akan menceritakan gadis itu pada Genaya. Dan, ancamanku berhasil, dia merengek tak ingin rahasianya dibocorkan ha ha.
Matahari tak tertutup awan saat kami keluar dari tempat makan dan langsung membakar kulitku. Tak perlu waktu lama untuk menunggu bus datang, aku dan Sky bersiap pulang ke rumah paman Gracaa. Bus kali ini penuh oleh penumpang yang memaksaku sedikit berdesakan dengan posisi menggantung. Tapi udara dalam bus lumayan sejuk dibanding di luar karena matahari sedang terik dan sedikit membahayakan kulit jika kadar oksigen di udara menipis seperti saat ini. Aku dengar seseorang dalam bus sedang membicarakan tentang aksi kriminal yang terjadi di Yosumi minggu-minggu kemarin. Hei aku menjadi saksi disana, ternyata kriminalitas di Yosumi masih dibicarakan di Visonic. Tentu saja, di Visonic semua tampak rapi dan teratur, semua orang terlihat taat hukum dan tak ada pengemis satu pun. Kriminalitas menjadi sangat langka dan sekalinya terjadi akan susah untuk dilupakan seperti sekarang ini.
Sky mendapat tempat duduk dari pertama kami naik bus dan seperti biasa kepalanya mulai mencari sandaran untuk tidur tapi tak kuizinkan, ku tepuk dahinya agar terbangun. Jangan sampai aku menyaksikan lagi dia tertidur dan dilihat banyak orang lagipula kami hanya sebentar ada dalam bus.
“Dre, mataku berat sekali kenapa kau ganggu. Ah kau.”
“Kita sebentar lagi turun, jangan bikin malu Sky. Lihat kau ditonton banyak orang.”
Mungkin omonganku benar jadi ia menegakkan posisi duduknya dan menyegarkan matanya. Tak lama berselang tempat pemberhentian kami pun terlihat, kami keluar dari bus diikuti oleh beberapa penumpang lain.
Langit sudah mulai menguning dan tak terlalu menyengat kulit, tanda senja sebentar lagi akan datang menemuiku. Baru beberapa meter turun dari bus flying board milik Sky berhenti dan mengeluarkan asap, aku sempat memeriksa sepertinya motor penggerak miliknya mengalami kerusakan sedikit. Sekarang masih pukul 14.25 jadi masih ada waktu untuk kuperiksa di rumah paman Gracaa sampai senja tiba di langit Visonic satu jam lagi.
“Kau bisa memperbaikinya kan Dre?”
“Nanti akan coba kuperiksa lebih jauh di rumah pamanmu, sepertinya kau tak merawat motornya ya Sky? Ini kelihatan tak ada oli nya.”
“Iya. He he he.”
Tawanya terkekeh mendengar pertanyaanku yang ternyata benar ia tak pernah merawat flying board miliknya, mungkin gampang menurutnya kalau rusak tinggal minta lagi pada orang tuanya.
Akhirnya ku dorong flying board milik Sky dengan flying board milikku untuk sampai ke rumah, setelah sampai Sky membawaku ke ruang bawah tanah tempat untuk mereparasi sesuatu tepat seperti bengkel rumah. Tempatnya lumayan gelap dan pengap, saat pintu terbuka seketika helm di pakaian oksigenku otomatis tertutup dan memberikan oksigen untukku bernapas. Tempat ini tak pernah dikunjungi sepertinya. Lalu kutinggalkan untuk sementara dan kunyalakan saluran oksigen ke tempat itu karena oksigen tak pernah dialirkan ke sana. Sambil menunggu oksigen memenuhi ruangan aku bisa bersantai di atap untuk menyaksikan langit senja.
Ku temukan tempat yang membuatku nyaman di atas rumah, paman Gracaa membuat taman kecil dan kebun organik. Aku sendirian memandang langit sore yang berwarna oranye. Ah lama sekali tak merasakan ketenangan seperti ini, aku mulai membuka pembicaraan pada langit dengan pertanyaan sederhana, kemana saja kau sahabatku? Sudah pasti tak akan dijawab karena aku sudah tahu jawabannya, langit adalah sahabat imajinerku. Awan bergerak perlahan saat aku berusaha mencari retakan yang kutemukan tahun lalu tapi tak kutemukan dengan mata telanjang. Aku jadi ingat Lexa, sepintas terlihat sosoknya dalam ingatan visualku. Dan, entah kenapa aku merasa dekat dengannya walaupun lama tak bertemu. Kuceritakan itu semua pada langit, ia hanya tersenyum mendengar semua ocehan diamku. Ya, diam karena aku mengoceh dalam hatiku saja. Satu persatu kejanggalan yang ada di otakku keluar menggantikan topik tentang Lexa. Aku mulai merasakan hidup yang sebenarnya, menjadi dewasa tak segampang yang dipikirkan saat umurku 9 tahun. Aku mulai tahu apa artinya kecewa, apa artinya kasih sayang dan apa artinya tanggung jawab. Langit, apa yang akan kau lakukan jika kau punya ayah? Dan ternyata kau harus kehilangan ayahmu saat kau belum sempat mengingatnya. Apa kau akan rindu seperti yang kurasakan sekarang walaupun kau tak pernah tahu bagaimana sikap ayahmu kepadamu? Aku sedikit iri pada Sky saat ayahnya membelikan sesuatu yang ia suka. Aku tahu, aku dituntut untuk mengerti tentang apapun dalam hidupku, setidaknya Ibu masih mengingatkanku kalau aku punya Ayah. Dan ia Ayah yang baik, aku percaya. Hanya itu yang kupunya. Langit, senjamu mulai hilang. Apa kau akan pergi sekarang? baiklah. Sampai jumpa di lain waktu.
“Dre, apa yang kau lakukan di atas sini sendirian. Ayo cepat turun bantu aku membetulkan flying boardku.”
Sky membuatku kaget dengan tiba-tiba ada di pintu berteriak memanggilku, sudah kubilang anak itu mengganggu saja.
“Oke Skeleton, aku turun.”
Ini malam terakhirku di sini di Visonic dan aku harus membetulkan flying board milik Sky sebelum kami pulang. Sky membawaku ke bengkel rumah yang tadi sangat pengap, tapi sekarang sudah lumayan untuk bisa bernapas. Ada banyak barang tak terpakai disini, termasuk mobil peninggalan pra sejarah yang sangat berdebu dan masih menggunakan roda ban. Ku mulai untuk memeriksa apa kerusakan flying board miliknya. Aku rasa ini gampang hanya perlu mengganti beberapa bagian saja yang aus karena tak pernah diberi pelumas oleh pemiliknya sang playboy ikan asin.
“Sky, ada beberapa bagian yang harus diganti. Tolong carikan untukku.”
“Sepertinya ada di tempat lain di rumah ini semacam gudang Dre, ayo ikut denganku.”
Sky menunjukkan tempat penyimpanan lain di rumah paman Gracaa. Ya, semacam gudang penyimpanan barang yang tak terpakai tapi terlihat masih berharga. Aku bisa melihat dari kerapiannya tersimpan berjajar di rak walaupun sedikit berdebu. Aku perhatikan di ujung ruangan di rak paling sudut banyak terlihat logo SA-OD, mungkin itu tempat khusus untuk barang-barang dari SA-OD. Sky menemukan bagian yang kami cari, aku hanya butuh 2 bearing dan beberapa bagian lain. Tapi rak di sudut tadi membuatku sangat penasaran.
“Sebentar Sky, aku hanya ingin tahu barang-barang di sudut rak itu.”
“Ayolah Dre itu cuma barang-barang pamanku dari SA-OD.”
“Justru karena dari SA-OD membuatku ingin tahu.”
SA-OD ( Space Agency - Orlanida) tak tahu kenapa setiap membaca itu aku selalu ingin tahu lebih dan selalu kuperhatikan dengan lebih lama. Apapun itu, berita di media dan semua yang berhubungan dengan SA-OD sampai artikel pun akan kusempatkan untuk memerhatikan. Di rak ini tersimpan peninggalan paman Gracaa dari SA-OD, pernak pernik, seragam dan yang lainnya. Ada satu piala dari lomba tenis meja dengan logo SA-OD.
“Sky, coba lihat ini. Pamanmu juara tenis meja di SA-OD.”
“Menurutmu aku tertarik, Drehidrasi. Ayo cepat kita pasang bagian yang tadi”.
Ocehan Sky tak kuhiraukan, aku lanjutkan tour sejarah ini sendirian. Sampai tanganku menyentuh foto dengan pigura dari kayu. Ini foto paman Gracaa saat masih muda dengan seorang temannya, foto ini berdebu. Kuusap foto itu perlahan agar debu tak beterbangan. Paman Gracaa merangkul temannya di pundak, mataku memicing melihat seseorang yang paman Gracaa rangkul karena cahaya yang remang-remang. Kunyalakan lampu senter dan ku arahkan pada foto teman paman Gracaa. Hah? mataku hampir tak percaya. Aku kenal dengan pria ini, tanganku gemetar. Bagaimana mungkin? Ini foto Ayahku.
Bersambung Chapter V
0 Comments