Type something and hit enter

author photo
By On
CERPEN BLOG. Temaram senja, jingga di ufuk barat atau apalah kau menamainya. aku sedang menjadi orang yang pesimis belakangan ini. Tahu kan kamu jika ada orang lain yang berpikiran bahwa semua yang kau inginkan akan kau dapat jika kau bersungguh-sungguh? Tahu kan kamu jika dan jika dan jika dan semua jika kau satukan akan tetap menjadi jika. Heh, inilah apa yang kau lihat wahai senja atau jingga atau apalah kau menamainya. Oke aku akan mulai memperkenalkan namaku, jika kau mau. Namaku Heiss, temanku biasa memanggilku Heiss karena namaku hanya Heiss. ya, hanya Heiss. aku tak punya nama tengah atau akhir. Panggil saja aku Heiss.

cerpen blog

Di setiap pagi yang tak pernah ceria. Di kasur busa yang tak pernah diganti spreinya. Inilah aku yang mulai berubah menua. Kulihat ubanku tumbuh di atas telinga. Kupikir tak apa karena aku ingin seperti George Clooney saat tua nanti. Di situlah aku mulai pesimistis pada apapun. di saat ubanku tumbuh sebelum waktunya. umurku masih dua puluh, menurutmu apa di umurku itu aku harus punya uban? Namai saja aku pesimistis realistis. Aku tak punya banyak teman, hanya beberapa yang membuatku nyaman. Dan ada satu teman perempuan yang sering kukunjungi, namanya Haidy. Kami hanya berteman, dan itu serius. Orang kadang meragukan apakah laki-laki dan perempuan bisa serius hanya berteman. Karena laki-laki tetap laki-laki, jika bertemu perempuan pasti ada ketertarikan. Tapi aku bisa yakinkan pada diriku sendiri sebelum ke orang lain bahwa Haidy hanya temanku. Aku tak punya ketertarikan apapun selain pertemanan. Biar kuperjelas, laki-laki yang bisa berteman dengan perempuan sampai sedekat itu ada dua kemungkinan. Pertama karena ia gay dan yang kedua karena perempuan yang menjadi temannya bukan selera si laki-laki. Dan di kasusku ini aku di kemungkinan yang kedua.

Baca Juga : Panggung Komika
Sore itu Haidy menjumpaiku dengan t-shirt warna salem dan jeans belel kesayangannya. "Hai pemuda beruban, senyum dong", ia menyapaku dengan gayanya yang santai. Aku hanya bisa senyum membalas celotehnya. "Senyam senyum doang, jawab sesuatu atau apa gitu", gumamnya. "Oke, kamu pingin aku ngomong apa?", jawabku. "Aku pingin kamu ngomong kalau aku cantik dan pintar", tandasnya. "Hah? males", jawabku lagi. Dia tertawa tanpa basa-basi lalu meraih daftar menu kedai ini.

Ada sesuatu di kepalaku yang sangat ingin kutanyakan pada Haidy dari dulu tapi entah kenapa selalu lupa. Dan sore ini pertanyaan itu keluar dengan sendirinya tanpa bisa disadari. "Kamu kenapa sih bisa selalu ceria seperti itu?". "Hmm?", jawabnya ragu. "Iya, kamu kenapa bisa ceria terus? Apa tiap hari kamu ceria seperti ini?" tanyaku lebih jelas. "Aku ceria ya? Iya dong harus ceria. Emangnya kamu. Hahaha!", jawab Haidy lantas tertawa. "Oh aku tau, kamu lagi bingung kenapa ada orang yang bermuram durja seperti kamu dan kenapa ada orang yang ceria seperti aku kan?" lanjutnya lagi. Harus diakui si Haidy ini memang pintar membaca pikiran orang. "Ya, kurang lebih seperti itu", jawabku singkat. "Oke, aku udah sering mikirin ini. Aku kadang enggak selalu ceria kok, aku juga pernah pesimis karena sesuatu. Tapi entah kenapa aku pasti kembali lagi ke aku yang seperti ini, Heiss. Mungkin ini sistem default-nya. Hahaha!", jawabnya panjang lebar. "Jadi, saat bangun tidur pun kamu bisa ceria seperti itu?" tanyaku lagi. "Kadang iya, tapi kadang enggak. Tapi rata-rata iya sih, aku bisa merasa bersyukur sudah bangun dan hatiku terisi oleh itu", tegasnya.

Mungkin inilah gunanya pertemanan antar gender. Karena aku tak punya teman laki-laki yang bisa selalu ceria setiap saat. Haidy menjadi tempatku untuk mengerti hidup dari sisi perempuan. Kadang aku mendengarkannya sampai berjam-jam. Berjam-jam mungkin berlebihan, aku ralat. Aku hanya tahan sampai satu jam saja mendengarkan perempuan mengoceh. Itu pun diskusi yang didominasi olehnya. Lewat hidupnya aku bisa tahu dan sedikit mengerti arti dari bersyukur akan membawa efek yang bagus untuk diri kita.    

0 Comments