CERPEN BLOG. Namanya Rizky, aku merhatiin dia sejak
tingkat pertama kuliah. Orangnya cakep, raut mukanya imut, kulitnya putih,
pokoknya lucu. Dan yang penting orangnya baik. Tapi aku belum pernah punya kesempatan
buat deketin dia sampai sekarang. Dia beda jurusan denganku. Aku cuma ngerasain
ini sendirian. Hhh..capek sih, aku pengen dia tahu kalau aku punya perhatian
buat dia. Iya, mungkin aku suka sama dia. Tapi aku takut buat cerita, bahkan
sama teman aku sendiri. Nanda, dia teman satu kelasku. Kita ketemu waktu ospek
jurusan dan kami senasib sepenanggungan. Sama-sama suka dikerjain senior. Dan,
dia juga suka sama Rizky. Malahan dia yang pertama nunjukin kalau dia suka sama
Rizky waktu tingkat pertama dulu. Jadi bisa dibilang dia yang duluan suka sama
Rizky. Eh ternyata akupun suka, tapi ya gimana lagi aKu harus jaga perasaan dia.
"Mel, tadi gue ketemu sama Rizky gitu. Dia senyumin
gue. Huwaaaa."
"Dimana
Nan? Terus lu nyapa dia enggak?"
"Yaiyalah
aku sapa, itu kesempatan yang langka buat gue. Tadi gue papasan di lab bahasa. Tapi gue kikuk, jadi gue cuma say hi doang,
pfft."
"Hehehe.
Terus dia nyapa balik?"
"Iya,
tapi cuma say hi balik terus pergi."
Nanda enggak tahu kalau aku cemburu.
Cemburu karena aku enggak punya kesempatan kaya dia. Enggak mungkin aku bilang
ke dia secara langsung. Aku takut dia ngerasa aku nyoba ngerebut Rizky dari
dia. Walaupun Rizky masih bukan siapa-siapanya Nanda, ataupun aku. Suatu hari
aku dapet kesempatan itu, kesempatan yang enggak mungkin aku lewatin begitu aja.
Dia, Rizky dengan sengaja menegurku di lobi gedung jurusan
ilmu komputer. Kenapa aku bisa ada di sana padahal aku anak bahasa? itu
gara-gara dosen yang aku kejar lagi ada di sana. Dan jadilah aku ketemu sama
Rizky. Dia yang nyapa duluan.
"Eh, bukan anak komputer ya?
baru liat."
"Emmh..iya,
aku jurusan bahasa."
"Pantesan
baru liat. Lagi nyari siapa? kayanya lagi nyari orang."
"Ini,
aku lagi nyari dosen bahasaku. Pak Jenad, liat enggak ya?"
"Pak
Jenad yang idungnya mancung? itu tuh kayanya aku liat tadi ke ruang dosen."
"Ohh
oke, makasih ya."
Aku sunggingkan senyum andalanku,
mungkin aku enggak dapet kesempatan ini dua kali. Dia juga senyum padaku. Oh
Tuhan, perasaanku terbang ke awang-awang. Tanganku gemeteran, pikiranku amburadul.
Rizky enggak akan pernah tau perasaanku ini. Aku pengen ngobrol sama dia lagi,
tapi lebih jauh. Lalu, tiba-tiba aku sadar.
"Ini di mana? Aduh kenapa jadi
ke sini, harusnya kan ke ruang
dosen."
Dari sejak hari pertama ketemu Rizky
langsung lalu disapa sama dia, aku selalu nunggu keajaiban itu dateng lagi. Aku
ngerasa jadi orang konyol nunggu yang enggak pasti, tapi itu yang aku rasain. Kekonyolanku
yang membuatku selalu nyari-nyari dia di area kampus.
"Lu lagi nyari siapa sih,
Mel? larak lirik mulu."
"Hm?
enggak kok, aku lagi liat-liat aja."
"Iya
liat-liat siapa? lagi nyari cowok cakep ya?"
Nanda tau aja kalau aku lagi
nyari cowok cakep. Tapi dia enggak tau siapa cowok cakepnya.
"Enggak, bukan. Ini aku lagi
nyari dosen. Siapa tau ketemu."
"Ha
ha ha. Nyari dosen ya ke ruang dosen dong neng! Mana ada dosen di kantin."
"Ha
ha ha. Ya siapa tau, Beb."
Aku kadang manggil dia Beb, dia
kadang manggil aku juga Beb. Itu adalah panggilan sayang yang bakal jadi aneh
kalo disebutin oleh cowok ke sesama temen cowoknya.
"Lu, sore ini ada acara
enggak, Beb?"
"Enggak
sih, tapi aku harus ngeberesin tugas dari Pak Frans nih. Tau sendiri kan dia
killer-nya
kaya gimana kalo ada mahasiswanya yang enggak
ngasihin tugas.""Ha ha ha. Iya deh mending lu beresin tugas lu. Gue tau kok killer-nya kaya gimana. Serem, leih serem dari singa."
Nanda pergi ke arah pelataran
parkir sedangkan aku menuju ke arah sebaliknya ke arah gedung fakultas komputer.
Aku harus nemuin lagi Pak Jenad sebelum pulang buat ngerjain tugas Pak Frans.
Yang ada di pikiranku kali ini hanya ada tugas dan tugas. Pak Jenad aku temuin
lagi ngerokok di ruangan dosen yang harusnya enggak boleh dijadiin tempat
ngerokok. Dia matiin rokoknya pas liat aku datang. Ngobrol sana sini soal nilai
komputerku yang kurang, akhirnya aku dikasih tugas tambahan lagi.
"Hhhh..minggu ini bakal
banyak tugas."
Disaat aku asyik ngobrol sendiri.
Suara yang kayanya aku kenal menyahut di samping pintu. Lalu keluarlah sosok
yang ternyata memang aku hapal betul.
"Hei, ke sini lagi? masih
nyari Pak Jenad?"
"ehh..ehm
iya nih. Tapi udah kok barusan aku udah ketemu."
Keliatan betul aku kikuk di depan
Rizky. Aku juga tau dia bisa liat itu. Tapi aku seneng bisa ketemu dia lagi.
Dan, dia nyapa duluan. Dia keliatan ramah banget buat orang yang baru dikenal. Aku
kepinginnya sih kegeeran kalo dia nyapa duluan berarti dia suka sama aku. Terus
dia minta kenalan. Tapi gimana kalo dia cuma nyapa terus pergi lagi. Aku gamau
membuang kesempatan ini.
"Rizky, boleh kenalan
enggak?"
"Loh,
kok kamu tau nama aku?"
Aku gelagapan, enggak bisa
ngomong apa-apa. Ketauan deh kalo aku merhatiin dia. Tapi mau gimana lagi, semoga
dengan begitu dia bisa tau perasaan aku tanpa aku harus ngomong duluan.
"Aduh..ehmm..tau kok, aku
tau he he he."
"Ha
ha ha. Ya udah gapapa. Aku Rizky."
"Aku
Melthalia."
"Melthalia?
aku baru denger nama kamu. Bagus."
Dia muji namaku. Padahal waktu
SMP aku sering dipanggil Metallia, plesetannya Metallica. Baru kali ini ada
orang yang muji namaku. Aku enggak berenti buat senyumin dia.
"Aku harus balik nih, semoga
kita bisa ketemu lagi ya, Ky."
"Oke,
gampang kok. Kita kan satu kampus."
Dengan santainya dia menjawab
pertanyaan yang berat banget buatku untuk diucapin. Akhirnya aku ninggalin dia
di gedung fakultasnya. Aku sangat berharap kode-kode ini bisa dia pecahin.
Semoga dia bisa peka.
Besoknya aku diajak Nanda pergi
ke mall buat nonton. Kita enggak berdua, Nanda ngajak temen SMA nya. Kami
nonton karena Nanda udah janji mau ngajak aku nonton seminggu setelah dia ulang
taun. Tapi sayang filmnya enggak ada yang seru. Aku malah bosen disuruh nonton
horror. Hampir satu jam dan akhirnya aku ketiduran. Nanda nepuk pundakku.
"Heh, malah tidur sih. Udah
beres filmnya."
"Hoam..udah
beres ya? ya udah hayuk keluar."
"Makan
dulu yuk tapi, laper nih."
"Masih
ditraktir kan?"
"Iya
iya, gue tau yang orang mau. Traktiran."
"Ha
ha ha."
Nanda membimbing kita ke suatu
restoran cepat saji. Kita semua ngabisin burger menuju malam hari. Enggak
peduli soal gendut, yang penting aku ditraktir.
"Eh, gimana ya caranya buat
dapetin Rizky. Tolong dong Mel, Ra."
Ternyata selain kelaperan, Nanda
mau ngajakin curhat kita bertiga. DIa nunjukkin foto Rizky ke Rara karena Rara
enggak tau Rizky itu siapa. Tapi, enggak seperti yang dikira ternyata Rara tau
siapa Rizky yang dimaksud.
"Loh, ini kan si
Rizmot."
"Rizmot?
Rizmot siapa Ra?"
"Ini,
iya dia Rizky suka dipanggil Rizmot waktu SMP. Dia satu SMP sama gue, Nan. Elo
suka sama dia? dia sukanya sama cowok lagi, Nan"
"Apaan,
Ra?"
Nanda kaget denger cerita dari
Rara, aku apalagi. Aku cuma dengerin Rara cerita ini itu soal Rizky. Dia bisa
ngebuktiin omongannya. Dia ngeliatin facebooknya Rizky dan ngeliatin aktifitas
di facebooknya. Dan, matilah aku. Aku suka sama lelaki yang suka lelaki lagi.
Semua usaha pendekatan Nanda akan gagal, begitu juga lamunan aku buat jadi
pacarnya Rizky. Decoding failed, he cannot reach our signal. Masih enggak percaya sih. Tapi baguslah, aku jadi enggak harus berebut sama Nanda.
0 Comments