Type something and hit enter

author photo
By On
cerpen blog

CERPEN BLOG : Teriakan penonton  memenuhi seluruh stadium yang amat besar ini. Aku membawakan lagu untuk mereka dan mereka bernyanyi bersamaku. Interaksi ini merupakan sebuah interaksi antara manusia dengan musik, sebuah pertunjukkan seni. Gitarku menuruti perintah tuannya. Suaraku membuat lagu ini menjadi bermakna karena liriknya tersampaikan. Aku bercerita diantara lagu yang sedang kubawakan ini. Sebuah lagu yang kuciptakan dalam sebuah perjalanan untuk pulang.

Lama aku memimpikan ini terjadi. Sudah bermacam-macam kaset aku dengarkan dan berbagai macam video musik aku tonton. Dari mulai penyanyi cafe pinggir jalan sampai seniman hebat ibu kota aku dalami karyanya. Dalam hati besarku aku berkata, aku bisa menjadi seperti mereka. Menjadi seniman hebat. Aku merasa aku dilahirkan untuk menjadi seniman, seorang musisi. Aku sangat berbakat untuk urusan musik, kerjaku mumpuni dalam hal seni. Seni adalah entah itu apa artinya. Yang aku tahu hanya, aku sangat menyukainya. Terserahlah orang lain membicarakan seni itu apa dan seperti apa. Bagiku seni adalah bagian hidupku.

Sampai akhirnya aku ada di sini, di depan ribuan penonton yang dengan rela menghabiskan jutaan rupiah hanya untuk menontonku saja. Bukan aku saja, lebih tepatnya aku dengan band pengiringku yang selama tour bersamaku. Ini pencapaianku. Pencapaian terbesar dalam hidupku. Lalu, habis ini, apa? tiba-tiba pertanyaan itu muncul dalam kepalaku. Jariku hampir saja meleset dari fret yang seharusnya. Jika itu terjadi maka nada sumbang akan mengudara ke seantero stadium. Beruntung fokusku dan refleksku tak hilang.

Tiga menit setelah aku menyelesaikan lagu tersebut. Aku duduk di belakang panggung untuk beristirahat selama lima menit. Di pengujung sesi, satu lagu pamungkas harus segera aku lantunkan agar kewajibanku menghibur penonton terbayar lunas. Namun tiba-tiba aku merasa bosan. Ada apa denganku? Bukankah ini mimpi yang selama ini aku kejar? Bukankah jalan ini yang dari sejak kecil aku idam-idamkan. Apa ini?

Aku kira selama ini musik tak akan pernah membosankan. Aku kira seni adalah jalan satu-satunya menuju kebahagian karirku. Tapi nyatanya sekarang jiwaku merasakan lagi kesengsaraan batin. Aku merasakan lagi kekosongan dalam dadaku. Tiga menit ini menjadi begitu berat. Tak ada penjiwaan dari laguku yang terakhir ini. Aku membohongi mereka yang telah menonton pertunjukanku. Dan yang utama, aku membohongi diriku sendiri. Ada apa ini?

Apa pengkhianatan memang biasa dilakukan oleh kehidupan? Kenapa aku menjadi bosan? Harusnya tak seperti ini. Stadium yang menjadi gelap dan sorotan lampu mengarah hanya padaku. Riuh tepukan tangan mengisi sesudahnya. Tak berhenti dalam satu menit, terus berlanjut sampai aku membungkukkan badanku diantara gitarku. Mereka tak tahu apa yang tengah aku rasakan. Yang mereka tahu aku adalah idolanya, mungkin juga panutannya. Aku mengakhiri ini dengan lambaian tangan. Juga pertanyaan dalam kepala yang hanya aku saja yang tahu.

Langkahku tegas meninggalkan panggung. Sofa berwarna cokelat tersedia di sana, seketika bokongku menyambarnya. Kulepaskan dahagaku dengan sebotol air mineral dingin. Semua yang aku minta telah dipenuhi panitia penyelenggara yang sebenarnya aku tak membutuhkannya. Lalu pertanyaan itu muncul lagi. Apa musik sudah mengkhianatiku? Aku tak menduga akan salah mengira sejauh ini. Dalam kesendirian aku mengakhiri semua pertanyaan tersebut. Ya, inilah hidup.



2 Comments