![]() |
Cerpen Blog |
CERPEN BLOG. Malam ini temaram dalam keheningan. Bau wewangian bunga ada dalam seduhan teh tersaji dalam cangkir putih beralaskan anyaman rotan. Teh itu wangi melati, tipis tapi memenuhi hidungnya saat bibirnya dan bibir cangkir bersentuhan. Sentuhan lembut disambut dengan tiupan kecil dari mulutnya. "Aku selalu rindu aroma teh ini" ujar sang lelaki. "Tapi aku sangsi kau hanya rindu aromanya, bukan teh nya" tangkas sang perempuan. "Aroma ini tak akan ada tanpa tehnya, perempuanku" ujar sang lelaki. "Jika benar begitu habiskan, jangan ragu" ucap sang perempuan. Namun sang lelaki terlihat enggan dan diam sejenak. Ia hanya memandangi cangkir itu, ada sesuatu dalam pikirannya. Pikiran itu mengganggu untuk beberapa saat tapi ia hisap kembali teh itu untuk kedua kalinya. Kemudian senyum simpul ia hadirkan di wajahnya. "Kenapa? teh ku tak enak kan? Seperti biasa" pungkas sang perempuan. "Jangan khawatir perempuanku, aku akan menghabiskan teh ini" jawab sang lelaki masih dengan senyum simpulnya.
Suasana berganti menjadi lebih dingin, sangat diam seolah mencekam. Lampu minyak menyoroti sudut ruangan, api bergoyang sesekali tertiup angin entah dari mana asalnya. Bayangan keduanya masih menghiasi dinding ruangan itu. Ada dua bayangan yang saling berhadapan, bayangan itu tak saling berkomunikasi, hanya duduk menuruti perintah sang pemilik tubuh. Lalu bibir sang lelaki bergerak menghasilkan pertanyaan. "Menurutmu apa itu cinta?" tanya sang lelaki. "Cinta itu harus memiliki, jika tak bisa memiliki jangan pernah sekalipun untuk mencintai" jawab sang perempuan. "Teruskan" lanjut sang lelaki. "Cinta itu pengorbanan, apapun itu bentuknya. Cinta itu terkadang buta dan tuli, tak kenal apa dan siapa. Cinta itu universal, cinta itu penuh cemburu, cinta itu damai" jelas sang perempuan. "Jika iya seperti itu, banyak sekali definisinya. Aku sampai bingung yang mana yang harus aku ikuti" tanggap sang lelaki dengan dahinya yang mengernyit. "Ya itulah cinta, kadang sukar dimengerti" jawab sang perempuan. "Jika sukar dimengerti kenapa kamu ingin sekali mempunyai cinta?" tanya sang lelaki. "Tanpa cinta semua akan hilang kendali" jawab sang perempuan. "Bagaimana mungkin sesuatu yang sukar dimengerti menghasilkan sebuah pengendalian?" tanya sang lelaki. "Kamu terlalu naif soal cinta" ujar sang perempuan.
Wajahnya berpaling dari hadapan sang lelaki. Ia memalingkan wajah itu untuk memberikan isyarat bahwa ia tak suka dengan percakapan ini. Tapi sang lelaki tetap bergeming. Ia membuat posisi duduknya tegak lalu sedikit membungkuk dengan dua siku lengan menopang pada lututnya. Mereka diam beberapa saat, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ada perasaan yang bergolak hampir mendidih dalam dada sang perempuan. Ia memikirkan sang lelaki dengan penuh rasa marah di benaknya. "Kamu tak akan pernah mengerti cinta" ucapnya marah.
Keheningan bertambah, ruangan yang temaram oleh cahaya lampu minyak itu menjadi semakin sendu. Tirai penutup jendela bergoyang ditiup angin, tapi angin itu tak sampai pada mereka berdua. Seolah terdapat tembok tebal yang menghalau terpaan angin tersebut. Benak mereka terdiam yang dirasa cukup lama. Sang lelaki tak punya rasa marah yang sama seperti rasa marah sang perempuan. Sang lelaki hanya berpikir dan terus berpikir dalam ketajaman pikirannya. Sang perempuan hanya berpaling dan berusaha menikmati cahaya rembulan yang redup masuk menyelinap kedalam ruangan tersebut. Sesekali matanya merayapi dinding kelopaknya dan memperoleh pandangan tentang lukisan yang terpasang di dinding yang menceritakan gunung diatas kanvasnya. "Jika kamu marah, aku rasa kamu harus tahu sesuatu tentang cinta dalam pemahamanku" ucap sang lelaki dengan tenangnya. Sang perempuan tak menjawab, ia masih asyik dengan lamunannya. Tapi sang lelaki melanjutkan perkataannya, "Diantara kita berdua sebenarnya tak boleh ada cinta" nada suaranya tegar. Dengan seketika sang lelaki mendapat perhatian dari sang perempuan. Ia memandang sang lelaki dengan penuh rasa heran, ia rasa bingung dan tak mengerti. Tapi sebelum sang perempuan mengeluarkan pendapatnya sang lelaki melanjutkannya lagi. "Cinta hanya untuk Yang Maha Kuasa, kita berdua tak kuasa menanggung cinta" ucapnya lirih.
Amarah dalam dada sang perempuan perlahan mulai mendingin. Entah apa yang ia tangkap dalam pikirannya, ia tak mengerti tapi ia tetap melanjutkan untuk mendengarkan perkataan sang lelaki. Antusias merangsang dirinya untuk lebih tenang sekarang. "Cinta hanya milik Sang Pencipta. Kenapa? karena cinta itu tulus, murni dan tanpa pamrih secuilpun. Dan yang terpenting dari itu, cinta tak punya birahi. Jika perasaan itu dikotori oleh birahi, itu bukan cinta. Itulah sebabnya cinta hanya untuk Yang Maha Kuasa, cinta hanya milik-Nya. Bagaimana mungkin kau katakan cinta pada Tuhanmu jika didalamnya terdapat birahi yang kotor. Bagaimana mungkin birahi pada Tuhanmu? Itulah kenapa cinta itu mudah dimengerti, tidak ambigu, tidak memiliki banyak arti. Cinta menempati hirarki tertinggi untuk urusan perasaan. Itulah yang dilakukan Sang Pencipta pada makhluknya, cinta. Tulus, murni, tanpa pamrih dan tanpa birahi. Dan, manifestasi cinta dari manusia ke manusia hanya dimiliki orang tua pada anaknya. Itu juga sebabnya kenapa ridho orang tua adalah ridho Ilahi. Cinta yang diberikan orang tua pada anaknya adalah miniatur dari cinta yang diberikan Tuhanmu padamu. Jadi diantara kita bukan cinta. Jika aku mengucap cinta padamu, itu adalah bohong" jelas sang lelaki dengan panjang lebar.
Sang perempuan hanya terdiam dengan renungan yang mendalam dalam palung hatinya. Kata-kata dari sang lelaki bukanlah puisi untuknya, tapi sang perempuan merasa itu adalah puisi terindah yang ia terima. Pemahamannya tentang cinta yang selama ini ia miliki dalam sekejap berubah. Ia merasa cinta yang selama ini ia miliki adalah penguasa yang lalim lalu datanglah pangeran dengan pedang kebenaran menumpas kelalimannya. Ada getaran di bibir sang perempuan saat kata keluar darinya, "lalu yang terjadi diantara kita itu apa?" tanya sang perempuan. "Yang terjadi diantara kita adalah kasih sayang. Aku memberimu kasih dan aku menerima sayang darimu, Istriku" jawab sang lelaki. Lalu mata sang perempuan basah kuyup oleh kebahagiaan. Tapi sebelum air mata itu jatuh, sang lelaki menahan air mata itu dengan tangannya yang tak begitu halus. Mata mereka bertemu dalam kedamaian dunia. Angin bertiup melewati jendela, kali ini dirasakan oleh mereka berdua.
jozz om, kunjung balik ya om hhehe bebejozz.id
BalasHapusMakasih pakde, nanti mampir
Hapus