Type something and hit enter

author photo
By On
Anonim

Kapal tak pernah karam  di daratan, apalagi di pegunungan. Lautan tak akan pernah minta burung elang untuk pergi menyelam ke dasarnya. Tapi ada satu yang mungkin bisa diminta oleh sesuatu kepada sesuatu, atau seseorang kepada seseorang, atau mungkin juga hamba kepada tuannya. Hal yang mustahil untuk dilakukan tapi memaksa menjadi sebuah keharusan. Bisa juga dipaksakan.

Memaksa tak pernah dibuat seindah ini. Menuhankan diri sendiri tak akan susah untuk ditemukan, berkacalah. Temukan apa yang selama ini tersamarkan. Temukan sampai partikel senyawa dan selnya.

Jika ada tersirat sedikit saja sifat iblis, jangan pernah mencari hal untuk dipersalahkan. Karena memang telah menjadi kemiripan kita dan mereka. Bahkan jika aku menaruh kotoran di dalam kotak emas, maka mereka akan membayar sesuai dengan beratnya tanpa pernah sekalipun membuka isinya.






Perasaan macam apa ini?

Seperti tak pernah habis untuk menyesali semua yang telah pergi. Padahal kepergian bukan berarti sebuah peninggalan yang abadi. Tapi, perasaan macam apa ini? Seperti tak mengerti bahwa perempuan hanya hiasan untuk duniawi. Padahal, bukan berarti perhiasan adalah segalanya. Tapi sungguh, perasaan macam apa ini?

Boleh aku gambarkan, perasaan ini macam bongkahan es yang menempel di kulit, tapi ini ada di dalam dadamu. Membuat rasa beku, menggigit kulit. Perasaan macam apa ini?. Sungguh, perasaan macam apa ini?

Menarik senyuman di wajahmu lalu hilang begitu saja, tak berbekas. Senyumanmu hadir saat pikiranmu melayang melewati semua yang telah dilewati. Jalan yang ramai, orang-orang yang berlaluan, teman-teman seumuran dan, suara tawanya. Dulu, kau berpikiran bahwa masa depan menjanjikan keindahan yang kau idamkan. Menjanjikan semua yang kau bayangkan, menempatkan dirinya dalam dirimu, sebagai seseorang yang kau kasihi. Tapi kenyataan menampar itu semua, membuatmu sadar bahwa kau hanya sedang melamun. Saat tersadar kau sudah kehilangan semuanya, semua terlewatkan saat kau melamunkan apa yang kau inginkan. Disaat itulah senyumanmu hilang tak berbekas.

Jadi, perasaan macam apa ini?

Menghadirkan gambaran imajiner tapi kau tak bisa berbuat apa-apa. Kemudian perasaan itu datang lagi dan lagi. Menusuk organ dalam tubuhmu, dari kiri ke kanan. Dia tak mau hilang.

Perasaan macam apakah ini?

Jika masih harus terkoneksi kenapa harus terpisahkan, pertanyaan ini harus aku tujukan untuk siapa?
Siapa yang harus bertanggung jawab untuk ini semua? Apa memang tak ada yang harus bertanggung jawab? Pertanyaann bodoh yang hanya bisa aku sampaikan. Bodoh karena masih memiliki keinginan. Rasa ingin yang bersalah, ya, dia lah yang bersalah.

Lalu, perasaan macam apa ini?



0 Comments